Industri akuakultur nasional kini mulai menjadi sektor primadona investasi, khususnya industri udang, mulai dari era udang windu (Penaeus monodon) hingga kini didominasi udang vaname (Litopenaeus vannamei).
Budidaya udang senantiasa berevolusi dan berinovasi, mulai dari masa tambak tradisional, tradisional plus, semi-intensif, intensif, bahkan supra-intensif. Teknologi penunjangnya pun juga terus diperbarui, baik dari konstruksi, instalasi, aerasi, dan sistem atau standar operasional prosedur. Selain itu, terdapat banyak perkembangan aliran budidaya udang, misalnya:
- Plankton system yang mampu memproduksi 3 kg/m³ udang
- Bioflok yang mampu memproduksi 5 kg/m³ udang
- RAS (Recirculation Aquaculture System) yang mampu menghasilkan produksi di atas 10 kg/m³, bahkan 30 kg/m³ udang
Selang beberapa tahun terakhir, pasar udang dunia masih didominasi Ekuador, India, Vietnam, dan Indonesia yang masih berkutat di posisi ke-4.
Namun, ada kabar gembira dari pemerintah (KKP) yang menargetkan ekspor udang di angka 2 juta MT. Peluang ekspansi dan serapan investasi akan semakin gencar dilakukan, dan berbagai startup akuakultur pun bermunculan di Indonesia, termasuk JALA.
Pengembang atau developer tambak pun semakin banyak meramaikan industri udang dengan mengusung konsep smart farming atau tambak milenial dengan sistem bioflok dan RAS yang mampu mencapai produktivitas hingga 100 ton/ha. Diharapkan, ke depannya Indonesia bisa menguasai industri udang dunia dengan meningkatkan jumlah produksi nasional.
Solusi Produktivitas Tinggi: Kolam Bundar
Salah satu solusi untuk meningkatkan produktivitas dari tambak udang intensif hingga super intensif adalah melalui teknologi kolam bundar. Ada beberapa kelebihan yang dimiliki oleh kolam bundar dibandingkan kolam konvensional, di antaranya:
- Cocok digunakan di lahan pasir karena tahan terhadap abrasi
- Cocok dibuat di lahan yang sulit kering
- Pakan dan bahan organik dapat tersebar secara merata, sehingga petambak tidak perlu berjalan mengelilingi kolam untuk menebar pakan atau perlakuan
- Biaya pembuatannya lebih murah karena tidak membutuhkan biaya penggalian lahan
- Kepadatan tebar lebih tinggi lebih tinggi, bisa mencapai 200 ekor/m2
- Masih dapat diaplikasikan untuk lahan berukuran kecil, seperti lahan 200 m² dengan diameter 16m atau lebih kecil
- Limbah dan bahan organik lebih mudah ditangani
- Tingkat kebersihan lebih tinggi dibanding teknologi kolam lain
- Produktivitas jauh lebih tinggi
- Lebih profitabel (FCR lebih bisa diminimalisir dengan sistem flok)
- Teknologi probiotik dan bioremediasi air yg diterapkan dapat meminimalisir tingkat pencemaran perairan
- Akuakultur yang berkelanjutan (sustainable aquaculture) lebih bisa tercapai
Kolam bundar dapat menjadi solusi untuk meningkatkan produktivitas budidaya udang Indonesia dan mencapai target ekspor udang 2 juta MT. Dengan berbagai keuntungan seperti penyebaran pakan yang lebih merata, biaya yang terjangkau dan nilai FCR yang lebih rendah, kolam bundar merupakan pilihan tepat bagi petambak intensif hingga super intensif dalam mencapai hasil budidaya yang lebih besar.