Tips Budidaya

Bioremediasi sebagai Solusi Perbaikan Kualitas Air Tambak Udang

Muhammad Dzakwan
Muhammad Dzakwan
14 Januari 2024
Bagikan artikel
Cover - Bioremediasi tambak udang.webp

Udang masih menjadi komoditas primadona baik di kalangan masyarakat Indonesia dan di beberapa negara lain seperti China, Amerika Serikat, Jepang, dan masih banyak negara lainnya yang menggemari komoditas ini. Melihat besarnya peluang pasar domestik maupun internasional, membuat usaha budidaya udang di Indonesia terus digalakkan dengan menerapkan manajemen, sistem dan teknologi budidaya yang beragam antar unit usaha. Salah satunya adalah menerapkan sistem intensif dimana udang dibudidayakan dengan kepadatan tebar yang tinggi di dalam wadah budidaya yang terkontrol.

Intensifikasi dalam budidaya udang menuntut para pembudidaya yang menerapkannya untuk menggunakan pakan dalam jumlah yang besar, suplai oksigen yang besar, dan penggunaan bahan kimia seperti pupuk. Alhasil limbah buangan dalam bentuk bahan organik atau senyawa anorganik akan terakumulasi yang di antaranya berasal dari feses, sisa pakan, pembusukan jasad organisme (udang, dan alga yang mati), dan hasil moulting. Limbah yang dihasilkan di dalam sistem budidaya udang tersebut akan berada dalam bentuk solid (padat) seperti sludge (lumpur), maupun senyawa yang terlarut dalam air, seperti bahan organik, amonia, hidrogen sulfida, dan fosfor.

Limbah yang dihasilkan dalam sistem budidaya udang perlu dikelola dengan tepat untuk mengurangi tingkat stres dan potensi serangan penyakit. Teknik yang paling mudah untuk diterapkan adalah memanfaatkan mikroorganisme salah satunya bakteri probiotik. Konsep ini disebut bioremediasi atau upaya menghilangkan, mengurangi, atau mengubah limbah budidaya udang melalui proses biologis. Penerapan bioremediasi dengan memanfaatkan bakteri sebagai agen biologisnya dapat diterapkan melalui dua metode yaitu bioaugmentasi, dan biostimulasi.

Bioaugmentasi

Bioaugmentasi merupakan upaya menambahkan mikroorganisme (bakteri dan alga) atau organisme hidup yang mampu melakukan proses biologis dalam rangka mengurangi atau mengubah polutan dari limbah budidaya udang menjadi senyawa yang tidak berbahaya. Bakteri probiotik merupakan agen bioremediator yang sering diterapkan di dalam tambak udang. Sejumlah spesies bakteri probiotik memiliki kemampuan untuk memineralisasi bahan organik, menurunkan kadar amonia melalui proses nitrifikasi dan denitrifikasi, dan mengubah limbah budidaya menjadi biomassa bakteri yang dapat menjadi sumber nutrien bagi udang (bioflok).

Limbah bahan organik di dalam sistem budidaya udang umumnya mengandung rantai karbon, dan nitrogen. Kedua unsur tersebut merupakan komponen penunjang pertumbuhan sejumlah spesies bakteri, seperti Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Bacillus cereus, dan Bacillus coagulans. Beberapa spesies tersebut umumnya dimanfaatkan sebagai bakteri probiotik komersial yang dapat ditambahkan ke dalam tambak untuk mengelola limbah bahan organik yang dihasilkan selama proses budidaya udang.

Senyawa amonia merupakan senyawa toksik yang akan berbahaya apabila kadarnya melebihi 0,01 ppm di dalam tambak udang intensif. Salah satu upaya untuk menjaga keoptimalan kadar amonia di dalam tambak udang adalah melalui penambahan bakteri probiotik yang berperan dalam proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Laju nitrifikasi di dalam tambak perlu dioptimalkan untuk mengubah amonia dan nitrit (senyawa nitrogen toksik) menjadi nitrat melalui penambahan probiotik yang mengandung bakteri dari genus Nitrosomonas, Nitrosococcus, Nitrobacter, dan Nitrospira (produk komersial ada mengandung genus tersebut). Kelebihan nitrat di dalam air juga perlu diatasi dengan menambahkan bakteri denitrifikasi (genus yang sudah dikomersialkan adalah Pseudomonas dan Bacillus) untuk mengubah nitrat menjadi gas nitrogen yang lebih mudah menguap ke atmosfer.

Hidrogen sulfida juga merupakan senyawa toksik penyusun limbah budidaya udang apabila kadarnya melebihi 0,01 ppm. Keberadaan senyawa hidrogen sulfida dapat dikendalikan dengan melakukan penambahan bakteri fotosintetik yang mampu memanfaatkan senyawa tersebut sebagai komponen pembentuk dinding selnya atau digunakan dalam proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari. Spesies bakteri fotosintetik yang dapat dimanfaatkan sebagai bioremediator senyawa hidrogen sulfida di tambak udang, di antaranya Rhodobacter capsulatus dan Rhodopseudomonas palustris.

Biostimulasi

Bakteri dekomposer bahan organik (bakteri heterotrof), bakteri nitrifikasi, dan bakteri denitrifikasi sebenarnya secara alami sudah berada di dalam lingkungan tambak. Namun dalam kondisi tertentu, keberadaan bakteri tersebut populasinya selalu berfluktuasi sehingga proses pengelolaan limbah organik maupun anorganik menjadi kurang optimal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pembudidaya adalah menambahkan nutrien organik maupun anorganik ke dalam tambak untuk menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas bakteri agen bioremediator yang secara alami sudah ada di dalam lingkungan tambak. Kegiatan ini disebut biostimulasi dengan tujuan menjaga keseimbangan komunitas bakteri bioremediator di dalam tambak agar proses degradasi bahan organik, nitrifikasi, dan denitrifikasi menjadi lebih optimal.

Produk biostimulan dalam bentuk organik yang mudah diaplikasikan yaitu molase. Molase merupakan produk sampingan hasil pengolahan tebu yang mengandung gula sederhana yang dapat menjadi sumber makanan bagi sejumlah bakteri heterotrof di dalam tambak. Penggunaan molase di dalam tambak biasanya berguna untuk menumbuhkan bakteri heterotrofik pembentuk flok sehingga limbah organik dapat diubah menjadi makanan bagi udang. Hal yang perlu diperhatikan adalah rasio C:N untuk menentukan jumlah pemberian molase ke dalam tambak.

Biostimulan anorganik juga dapat diterapkan untuk menumbuhkan bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi. Salah satu contoh produk biostimulan anorganik yang sudah tersebar luas adalah urea. Pupuk urea bagi sejumlah petambak umumnya digunakan untuk menumbuhkan plankton, tetapi ternyata pemberian pupuk ini juga dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi. Urea mengandung nitrogen sebagai unsur utamanya dan unsur tersebut merupakan komponen penting dalam pertumbuhan bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi di dalam tambak udang.

Faktor Penentu Keberhasilan Bioaugmentasi dan Biostimulasi

Kondisi air di tambak sangatlah kompleks yang dihasilkan dari interaksi antar komponen fisika, kimia, dan biologi. Beberapa hal di bawah ini merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi keberhasilan proses bioremediasi melalui metode bioaugmentasi dan biostimulasi:

  1. Produk probiotik dan dosis penggunaan perlu diperhitungkan secara tepat karena akan mempengaruhi efektivitas penguraian limbah di dalam tambak.
  2. Dosis penggunaan biostimulan organik maupun anorganik perlu diperhitungkan agar tidak terjadi over nutrien yang dapat menyebabkan alga blooming.
  3. Ketersediaan oksigen yang mencukupi untuk kelangsungan hidup udang dan bakteri probiotik agar tidak terjadi kompetisi oksigen. Biasanya diatasi dengan penggunaan aerator dengan tipe menyesuaikan sistem dan tingkat teknologi budidaya yang diterapkan.
  4. Total limbah yang terakumulasi di dalam lingkungan tambak. Apabila terjadi kenaikan yang signifikan menandakan laju akumulasi limbah lebih tinggi dibandingkan laju penguraian limbah oleh bakteri. Hal ini tidak dapat diatasi secara instan dengan penambahan probiotik, tetapi harus dilakukan pergantian air.
  5. Parameter kualitas air, seperti pH, dan salinitas berpengaruh terhadap kinerja bakteri pengurai limbah. Agar pH tetap stabil di angka 7,5-8,5 maka perlu dilakukan pengecekan berkala, dan pemberian kapur untuk meningkatkan nilai alkalinitas yang dapat menyangga keseimbangan pH di dalam tambak. Salinitas yang terlalu tinggi perlu diatasi dengan melakukan pengenceran terhadap air di dalam tambak. Salinitas yang optimal untuk tambak udang vaname berkisar antara 15-25 ppt.

Bagaimanapun juga penerapan bioremediasi dengan cara penambahan biomassa bakteri (bioaugmentasi) atau penambahan nutrien (biostimulasi) bukanlah metode yang instan atau cepat dalam menurunkan limbah budidaya udang. Apabila limbah di dalam tambak sudah melebihi ambang batasnya, maka pergantian air adalah tindakan cepat yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko kematian. Bioaugmentasi dan biostimulasi perlu dibarengi dengan manajemen aspek lainnya, mulai dari manajemen pemberian pakan, manajemen kesehatan udang, manajemen air dan manajemen kualitas sumber daya manusia yang bekerja di dalam tambak. Penerapan manajemen budidaya yang baik salah satu tujuannya adalah menghindari overfeeding yang menjadi awal mula munculnya senyawa toksik yang dapat berefek lethal (mematikan) ataupun mengurangi performa pertumbuhan dan kesehatan udang di dalam tambak.

Referensi

Al-Maliky THY, Al-Maliky AMJ, Al-Maliki GMJ, Boyd CA. 2021. Effects of prebiotic and molasses on water quality, growth and survival of Metapenaeus affinis and Macrobracium nipponense in vitro, without changing water or adding pellets. Egyptian Journal of Aquatic Biology and Fisheries. 25(4):767-783.

Antony SP, Philip R. 2006. Bioremediation in shrimp culture systems. Naga The WorldFish Center Quarterly. 29(3 & 4):62-66.

Chumpol S. 2017. The use of purple nonsulfur photosynthetic bacteria to maintain water quality, sources of single cell protein and bioactive compounds for shrimp cultivation [Doctoral dissertation]. Prince of Songkla University.

De-Paiva Maia, E., Modesto, G. A., Brito, L. O., Galvez, A. O. & Gesteira, T. C. 2016. Intensive culture system of Litopenaeus vannamei in commercial ponds with zero water exchange and addition of molasses and probiotics. Rev. Biol. Mar. Oceanogr. 51(1):61–67.

Jasmin, M. Y., Syukri, F., Kamarudin, M. S., & Karim, M. 2020. Potential of bioremediation in treating aquaculture sludge. Aquaculture. 519:734905.

Kusuma FEP, Sari LK. 2021. Analisis daya saing ekspor udang Indonesia ke delapan negara tujuan terbesar tahun 2000–2019. Seminar Nasional Official Statistics. 1:695-704.

Panigrahi A, Das RR, Sivakumar MR, Saravanan A, Saranya C, Sudheer NS, Vasagam KPK, Mahalakshmi P, Kannappan, Gopikrishna G. 2020. Bio-augmentation of heterotrophic bacteria in biofloc system improves growth, survival, and immunity of Indian white shrimp Penaeus indicus. Fish & shellfish immunology. 98:477-487.

Rizky PN, Cahyanurani AB, Fahruddin F. 2022. Aspek teknis (kontruksi) tambak terhadap produktivitas budidaya udang vanname (Litopenaeus vannamei) secara intensif di PT. Andulang Shrimp Farm, Sumenep, Jawa Timur. Grouper: Jurnal Ilmiah Perikanan. 13(1):26-35.

Srithep P, Khinthong B, Chodanon T, Powtongsook S, Pungrasmi W, Limpiyakorn T. 2015. Communities of ammonia-oxidizing bacteria, ammonia-oxidizing archaea and nitrite-oxidizing bacteria in shrimp ponds. Annals of microbiology. 65:267-278.

Suhendar DT, Zaidy AB, Sachoemar SI. 2020. Profil oksigen terlarut, total padatan tersuspensi, amonia, nitrat, fosfat dan suhu pada tambak udang vanamei secara intensif. Jurnal Akuatek. 1(1):1-11.

Suwanpakdee S, Direkbusarakom S, Chotipuntu P, Songsangjinda P. 2010). Urea as a nitrogensource in a black tiger shrimp (Penaeus monodon) closed culture system. Walailak Journal of Science and Technology (WJST). 7(2):135-140.

Ikuti Berita Terbaru JALA

Dapatkan pemberitahuan tips budidaya, update fitur dan layanan, serta aktivitas terkini JALA.