Saat memulai budidaya, setiap petambak tentu mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat meningkatkan kesuksesan produktivitas budidaya. Salah satu faktor kesuksesan budidaya udang berkaitan dengan cuaca. Karakteristik faktor eksternal ini menyebabkan adanya perspektif tambahan dalam menjalankan budidaya. Setiap tahap budidaya cukup dipengaruhi oleh cuaca yang mendukung, mulai dari penebaran benur sampai panen.
Hal ini berdampak langsung pada budidaya. Petambak seringkali kesulitan dalam memaksimalkan hasil budidaya. Berangkat dari permasalahan ini, tim JALA berinisiatif untuk melakukan riset terkait faktor yang mempengaruhi survival rate (SR) dan produktivitas budidaya, dua komponen penting yang menentukan hasil akhir budidaya. Riset ini dilakukan dengan cara menganalisis data budidaya yang terekam di platform manajemen budidaya JALA App. Berdasarkan data cuaca yang diambil, tim JALA menemukan bahwa cuaca erat kaitannya SR dan produktivitas budidaya.
Faktor yang mempengaruhi survival rate dan produktivitas budidaya
Informasi cuaca diwakili oleh data curah hujan yang cukup fluktuatif sepanjang tahun. Kondisi cuaca sendiri berkaitan dengan prevalensi serangan penyakit. Sebagai contoh, virus penyebab penyakit White Spot Syndrome Virus (WSSV) aktif pada suhu di bawah 28°C, sehingga penyakit ini kerap ditemui saat musim hujan ketika suhu air di bawah 28°C. Selain itu, nafsu makan udang juga akan turun saat suhu rendah. Saat nafsu makan turun, kondisi udang cenderung melemah sehingga menyebabkan SR juga menurun.
Menurut analisis data manajemen budidaya, tim JALA menemukan bahwa 30 hari pertama budidaya merupakan masa paling krusial bagi SR dan penentuan produktivitas di akhir siklus budidaya. Selain itu, tim JALA juga menemukan bahwa SR sangat dipengaruhi oleh waktu tebar, pH, dan suhu titik embun.
Grafik hubungan antara curah hujan dengan waktu memulai budidaya.
Hasil riset JALA tentang survival rate dan produktivitas budidaya
Setelah dilakukan analisis yang mengelaborasi data curah hujan dan produktivitas budidaya pada tiap bulan, siklus yang dimulai pada bulan Januari dan Juli ternyata dapat mencapai SR yang lebih baik. Sedangkan, budidaya yang dimulai pada bulan Oktober berdampak pada SR yang lebih rendah. Lebih lanjut, siklus yang dimulai pada bulan Juli dapat mencapai SR dan produktivitas tertinggi.
Pengaruh waktu tebar terhadap SR dan produktivitas terjadi secara tidak langsung. Diyakini terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi tingkat kematian serta komponen produktivitas budidaya. Dapat dilihat bahwa bulan Januari dan Juli, yang menjadi titik terbaik berdasarkan analisis, secara curah hujan tidak memiliki perbedaan besar dengan bulan lain yang dianggap tidak menghasilkan SR dan produktivitas yang baik.
Data dari JALA Apps yang digunakan oleh Tim JALA untuk riset ini.
Riset ini dilakukan menggunakan data pada 2020-2021. Data tersebut diolah dan menjadi informasi yang dapat diterapkan dalam budidaya maupun sebagai salah satu pertimbangan pengambilan keputusan.
Meski demikian, pada praktiknya, SR dan produktivitas tetap menyesuaikan dengan kondisi di lapangan. Hal ini dikarenakan masih ada banyak faktor lain yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, petambak tetap perlu memahami kondisi di lapangan apabila menginginkan keberhasilan budidaya.