Peningkatan produksi udang berkaitan erat dengan peningkatan padat tebar, pakan berprotein tinggi, dan penggunaan bahan kimia. Akan tetapi, peningkatan hasil produksi yang diharapkan sebanding dengan tingginya penggunaan pakan dan peningkatan limbah organik serta senyawa beracun yang berpotensi mencemari lingkungan perairan. Sumber limbah terbesar yang dihasilkan budidaya udang berasal dari sisa pakan tidak termakan, feses, dan organisme plankton yang mati sehingga menjadi kontributor utama pembentukan sedimen tambak.
Pakan yang diberikan tidak semuanya dimakan oleh udang. Sekitar 17% pakan yang dimakan oleh udang dipertahankan di dalam tubuh, 20% menjadi feses, 48% menjadi energi, dan 15% sisanya tidak termakan atau terbuang ke media budidaya. Pakan udang mengandung protein kasar sebesar 30-40% dan hanya sekitar 20-25% yang dimanfaatkan oleh udang dan sisanya dilepaskan dalam bentuk amonium dan nitrogen organik. Sedangkan kandungan nitrogen dan fosfor pada pakan hanya dimanfaatkan sebesar 21-24% dan sebesar 10-13% menjadi limbah. Limbah dalam bentuk senyawa nitrogen (ammonia, nitrit dan nitrat) yang terbentuk dari proses dekomposisi bahan organik dalam konsentrasi tinggi sangat beracun bagi biota akuatik.
Budidaya udang membutuhkan air yang sangat banyak sebagai media pemeliharaan, tetapi akibat manajemen limbah yang kurang memadai kualitas air sumber dapat menurun. Petambak perlu melakukan pengolahan air limbah budidaya udang sebelum dikembalikan ke lingkungan. Pengolahan Air Limbah Budidaya Perikanan (ALBP) dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan penambahan mikroba positif untuk membantu memperbaiki kualitas air tambak, penggunaan sistem biofilter, resirkulasi, teknologi bioflok, bioremediasi, atau kombinasi dari beberapa metode tersebut.
Sayangnya, teknologi tersebut belum banyak banyak digunakan, khususnya oleh pelaku budidaya ikan skala menengah dan kecil. Hal ini dikarenakan teknologi tersebut memerlukan tenaga dan keahlian khusus, serta dibutuhkan modal investasi yang tidak sedikit. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan teknologi yang mudah, murah, dan efektif dalam penanganan air limbah budidaya udang. Berikut beberapa cara sederhana yang dapat dilakukan untuk mengolah limbah budidaya agar aman sebelum dikembalikan ke alam dan juga berpeluang mendapatkan pendapatan tambahan.
Pemanfaatan Limbah Tambak Udang untuk Budidaya Kerang Darah
Kerang darah merupakan jenis organisme filter feeder yang mengambil makanan dengan cara menyaring zat-zat tersuspensi yang ada dalam perairan. Habitat kerang darah adalah daerah dengan substrat berlumpur, dimana kerang darah berperan menjadi pemakan partikel tersuspensi dan pemakan partikel deposit. Kerang darah memiliki daya tahan hidup yang tinggi serta dapat dimanfaatkan untuk mengatasi pencemaran lingkungan perairan akibat padatan tersuspensi dengan jumlah yang berlimpah. Kerang darah berpotensi digunakan untuk penanganan limbah tambak udang. Kerang darah efektif dalam menghilangkan limbah dalam bentuk senyawa nitrogen nitrogen, fosfor, dan mikroalga dari air budidaya udang vaname.
Pemanfaatan air limbah budidaya udang sebagai media budidaya kerang darah dapat dilakukan dengan beberapa metode sebagai berikut:
Metode Budidaya Ko-Kultur (Polikultur)
Kerang darah dapat dibudidayakan secara ko-kultur dengan udang vaname (dibudidayakan secara bersama, atau disebut juga polikultur) pada tambak produksi udang vaname. Budidaya ko-kultur memanfaatkan senyawa limbah dan sisa-sisa aktivitas udang yang kaya nutrisi dalam sedimen sesuai dengan kebiasaan makan udang dan tidak akan merugikan udang yang dibudidayakan. Limbah yang dihasilkan udang dapat secara langsung dimanfaatkan oleh kerang darah.
Limbah budidaya mengandung senyawa nitrogen dan fosfat yang baik untuk pertumbuhan mikroalga yang merupakan sumber pakan kerang darah. Semakin tinggi kandungan senyawa organik pada limbah budidaya maka keberadaan mikroalga semakin melimpah. kerang darah merupakan termasuk non-selective filter feeder sehingga akan menyerap semua padatan tersuspensi mikroalga pada tubuhnya.
Kerang darah akan menyaring, mencerna, dan mengasimilasi partikel air tambak budidaya, sehingga mampu menghilangkan sebagian besar fitoplankton dan bahan organik lainnya seperti pakan yang tidak dimakan, kotoran udang, dan plankton mati dari dasar tambak yang mengakibatkan pengurangan klorofil a, senyawa organik nitrogen, fosfor dan kekeruhan air. Metode ko-kulture ini berpotensi mengurangi beban nutrisi dan memperbaiki kualitas air di tambak, sehingga limbah yang dibuang dari tambak udang memiliki kandungan senyawa nutrien yang lebih rendah.
Budidaya di tambak IPAL
Setiap tambak diharuskan memiliki tambak khusus untuk pengelolaan limbah (IPAL) sebelum dibuang ke perairan umum. Tambak IPAL terdiri atas tambak sedimentasi, tambak aerasi dan tambak pengendapan (tambak penampungan air tahap akhir). Tambak pengendapan merupakan tambak yang digunakan untuk memelihara biota yang bertujuan untuk mengurangi nutrien dari limbah sebelum air limbah dibuang ke perairan umum. Tambak ini dapat dijadikan wadah budidaya kerang darah untuk mengurangi dampak limbah sekaligus meningkatkan produksi kerang darah.
Tambak kerang darah (land-based farming)
Budidaya kerang darah pada tambak tersendiri mampu mengontrol kualitas lingkungan yang sesuai kebutuhan kerang darah. Selain itu, budidaya kerang darah pada tambak tersendiri dapat dipelihara dengan kepadatan tinggi, menjadikan kerang darah yang dibudidayakan terlindung dari predator, dan mempermudah dalam proses pemanenan.
Limbah tambak udang dapat dimanfaatkan sebagai media budidaya kerang dan udang melalui metode ko-kultur, budidaya di tambak IPAL dan budidaya di tambak kerang darah tersendiri dengan menggunakan air limbah tambak udang. Pemanfaatan limbah tambak udang untuk budidaya kerang darah mampu meminimalisasi dampak limbah bagi lingkungan serta meningkatkan produktivitas kerang darah.
Referensi
Hidayati, P. A., Mubarak, A. S. and Sudarno. The optimal n/p ratio of shrimp culture waste liquid fertilizer on growth of Chlorella vulgaris. 2nd International Conference on Fisheries and Marine Science. 1-7.
Nicholausa, R., Lukwambea, B., Zhaoa, L., Yanga, W., Zhua, J., and Zhenga, Z. (2019). Bioturbation of Blood Clam Tegillarca granosa on Benthic Nutrient Fluxes and Microbial Community in An Aquaculture Wastewater Treatment System. International Biodeterioration & Biodegradation. 142: 73-82.
Paena, M., Syamsuddin, R., Rani, C., dan Tandipayuk, H. 2020. Estimasi Beban Limbah Organik dari Tambak Udang Super Intensif yang Terbuang di Perairan Teluk Labuange. J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 12(2): 507-516.
Prasetiyono, E., Nirmala, K., Supriyono, E., Sukenda dan Hastuti, Y. P. 2023. Potensi Pemanfaatan Limbah Tambak Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) untuk Budidaya Kerang Darah (Anadara granosa, Linneus 1758). Jurnal Ilmu Lingkungan. 2 (1): 420-430.
Pratiwi, R. K. dan Arfiati, D. Upaya Penurunan Bahan Organik Air Sisa Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dengan Konsorsium Bakteri dan Kepadatan Chlorella sp. yang Berbeda. Jurnal pengabdian perikanan indonesia. 1 (3): 188-195.
Wittayanupakom, S., Musig, W., and Musig, Y. 2013. Filter Feeding by blood Cockle, Anadara granosa, for Water Quality Improvement in Closed Culture System of Pacific White Shrimp (Litopenaeus vanamei). Kasetsart University Fisheries Research Bulletin. 37(3): 1-12.
Biografi Singkat Penulis
Penulis bernama Nur Setya Wati merupakan mahasiswa aktif Universitas Diponegoro. Selama kuliah penulis banyak mempelajari tentang ilmu nutrisi dan pakan, parasit dan penyakit, manajemen kualitas air, reproduksi, dan genetik organisme akuatik. Penulis tertarik pada bidang pakan dan nutrisi serta pernah melakukan riset mengenai pemanfaatan maggot sebagai pakan alternatif pada budidaya perikanan.