Industri Udang

India: Dilanda Krisis, Meningkatkan Daya Saing Udang Bernilai Tambah

Wildan Gayuh Zulfikar
Wildan Gayuh Zulfikar
14 Maret 2023
Bagikan artikel
india-how-they-managed-to-increase-competitiveness-of-added-value-shrimp-in-the-midst-of-crisis.jpg

Bagi Indonesia, India merupakan kompetitor berat dalam menghasilkan produk udang beku dan udang dengan nilai tambah (added value), terutama persaingan mengekspornya ke Amerika Serikat.

Udang menjadi salah satu fokus India karena menyumbang volume dan nilai ekspor penting dari sektor seafood negara tersebut. Dalam hal budidaya, India lebih unggul dalam hal efisiensi.

Gambaran industri udang India

Saingan berat India adalah Ekuador. Sebelumnya India menyuplai 70% kebutuhan China, tetapi Ekuador telah menggesernya. Pada awal 2010-an India menempati posisi puncak produsen udang di tengah wabah EMS (early mortality syndrome) yang menyerang tambak udang di China dan sebagian wilayah di Asia Tenggara.

India menerapkan budidaya kepadatan rendah, biasanya tidak lebih dari 40 ekor/m2. Namun, India mampu memproduksi udang dengan size besar. Tambak udang di India cenderung memiliki luasan kolam yang besar. Petambak cenderung mencegah membagi kolamnya menjadi lebih kecil. Hal ini terutama terjadi pada pertengahan 2000-an.

Budidaya udang modern di India dimulai 1980 saat pemerintah memutuskan mempromosikan ekspor seafood dan berbagai kesempatan untuk permodalan misalnya untuk membangun hatchery, tambak-tambak baru, dan unit pengolahan hasil perikanan (processing). Pada awalnya budidaya udang India didominasi oleh udang windu (Penaeus monodon).

Masa kejayaan pertama industri udang India dimulai 1990-an saat pemerintah India mendorong dibangunnya hatchery dan tambak secara masif terutama di provinsi pesisir. Kemudian teknologi budidaya banyak diadopsi dari Taiwan, China, dan Thailand untuk mendukung produksi komersial dan budidaya secara intensif.

Budidaya udang India mulai hidup kembali di pertengahan 2000-an meski sempat mengalami stagnasi akibat wabah penyakit dan masalah produktivitas. Salah satunya karena pada saat itu indukan udang masih diperoleh dari alam yang menyebabkan kemungkinan infeksi patogen. Barulah pada 2008, India mulai mengintroduksi udang vaname dengan kriteria SPF, meskipun pada praktiknya telah diintroduksi sejak 2003.

Atas keinginan untuk meningkatkan produktivitas, petambak di India mulai menerapkan pakan berprotein tinggi dan penggunaan berbagai perlakuan yang menyebabkan tingginya polutan di pesisir laut. Ekspansi yang masif membuat banyak hutan pesisir alih fungsi, ditambah dengan rendahnya praktik pengolahan limbah. Hal tersebut menurunkan daya dukung lingkungan dan memicu banyak protes dari aktivis lingkungan.

Penyakit masih menjadi tantangan serius bagi industri udang India yang mengancam produktivitas dan profitabilitas. Sempat mengalami wabah virus WSSV yang menyebabkan petambak menderita, dibarengi dengan aktivis lingkungan yang menolak tambak udang di daerah pesisir.

Banyak tambak kini mengembangkan fasilitas nursery. Benur (PL) ditumbuhkan pada densitas tinggi pada kolam yang menerapkan biosecurity ketat. Udang ditumbuhkan hingga berukuran 0,5-1 gram tiap ekornya kemudian dipindahkan ke kolam pembesaran.

Masa kejayaan India dimulai kembali pada 2010 setelah introduksi udang vaname menggeser udang windu. Kini 90% budidaya udang di India adalah udang vaname. Tiap tahunnya India dapat memproduksi 800-900 ribu ton udang, khususnya jenis udang vaname. Namun, pada tahun 2023 ini diperkirakan akan mengalami penurunan menjadi 650-700 ribu ton. Sebelumnya India menempati posisi pertama sebagai pengekspor udang terbesar di dunia, tetapi kini singgasananya direbut oleh Ekuador.

Menghadapi kondisi krisis yang serius

Industri udang India mulai terganggu sejak pandemi Covid-19, terutama karena penerapan lockdown yang mengganggu pasar dan transportasi logistik di India. Kondisi pandemi membuat petambak India melakukan panic harvest yang memicu jatuhnya harga. Selain itu, suplai indukan SPF yang berasal dari impor tertunda akibat larangan penerbangan internasional.

Kondisi saat ini industri udang India tengah mengalami krisis, di antaranya disebabkan rendahnya harga udang dan tingginya biaya produksi. Hampir serupa di Indonesia, pada tahun lalu India mengalami anjloknya harga. Mengutip seafoodsource.com beberapa petambak bahkan memutuskan menghentikan sementara budidayanya hingga April 2023.

Pelajaran yang dapat dipetik

Hal yang dapat dijadikan pelajaran adalah kemauan seluruh stakeholder industri udang di India untuk mengembangkan masa depan industri. Pada awalnya, budidaya udang masih bersifat individual dengan minimnya panduan regulasi yang cukup.

India sempat melarang tambak udang beroperasi kurang dari 500 meter dari garis pantai untuk mendukung dampak ekonomi dan lingkungan. Kebijakan tersebut dihasilkan melihat adanya kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan menyebarnya penyakit. Kerangka kerja untuk mengatasi berbagai isu sosial, ekonomi, dan lingkungan dihasilkan untuk kelanjutan roda industri di masa yang akan datang.

India kini terus mempersiapkan diri memperkuat posisi pada kompetisi supplier udang dengan nilai tambah. Tahun 2022 ekspor udang India turun dibandingkan ekspor pada 2021. Menariknya, angka ekspor produk udang dengan nilai tambah meningkat 28% pada 2022 dibanding 2021. Langkah tersebut dianggap dapat mengejar pertumbuhan nilai ekspor udang.

 

Referensi:
A Review on Shrimp Aquaculture in India | Issuu
How India became the world’s top shrimp producer - Responsible Seafood Advocate | Global Seafood
India’s shrimp sector struggling with impact of global inflation | SeafoodSource
Indian Shrimp Farmers In Crisis—but How Deep? | Shrimp Insghts
Ikuti Berita Terbaru JALA

Dapatkan pemberitahuan tips budidaya, update fitur dan layanan, serta aktivitas terkini JALA.