Industri Udang

Antisipasi Pelaku Budi Daya Udang dalam Menghadapi Kabar Tarif Trump

Rizka Sholeha
Rizka Sholeha
4 Agustus 2025
Bagikan artikel
Cover - Shrimp Market.webp

Industri udang Indonesia tengah berada di persimpangan jalan, menghadapi tantangan dari perjanjian perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dengan Indonesia yang baru. Perubahan ini membawa dampak signifikan terhadap profitabilitas, daya saing, dan pangsa pasar udang Indonesia di AS yang merupakan tujuan ekspor terbesar.

Pada April 2025 lalu, presiden AS, Donald Trump, mengumumkan tarif resiprokal ke Indonesia sebesar 32% yang sempat mengkhawatirkan pasar udang global. Namun, pada 16 Juli 2025 ini, Donald Trump kembali mengumumkan penetapan tarif 19% untuk barang-barang Indonesia, termasuk udang, yang berlaku efektif 7 Agustus 2025. Meskipun penurunan tarif terlihat lebih rendah, tapi tarif 19% ini tetap merupakan peningkatan dari tarif sebelumnya yang berkisar 0% sampai 10%.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia dan AS juga telah menyepakati kebijakan tarif 0% untuk barang impor yang masuk dari AS. Ini bisa menjadi keuntungan bagi industri udang Indonesia karena kedelai (soybean) berkualitas tinggi dari AS dapat menjadi lebih murah, yang menguntungkan bagi bahan pembuatan pakan udang. Selain itu, sebagian besar induk udang (broodstock) didatangkan dari AS, sehingga biaya pengadaan induk berkualitas dapat ditekan. Namun, akses bebas tarif untuk produk makanan laut asal AS, termasuk udang ke Indonesia berpotensi meningkatkan persaingan di pasar udang domestik Indonesia.

Daftar Isi
Artikel Terkait

Respon Industri Udang Pasca Pemberlakuan Tarif

Turunnya tarif dari 32% ke 19% dianggap sebagai kabar baik di tengah situasi sulit. Banyak eksportir menyambut keputusan ini dengan strategi cepat, seperti mempercepat pengiriman udang ke AS sebelum tarif diberlakukan. Meskipun kondisi pasar belum kembali normal, harga mulai stabil dan tidak terlalu membuat panik seperti sebelumnya, sehingga hal ini bisa jadi tanda awal pemulihan.

Meskipun tarif 19% tetap menjadi tantangan, besaran ini masih lebih kompetitif dibanding negara lain seperti Vietnam (20%) dan India (25%). Bahkan selisihnya tidak jauh dari Ekuador yang dikenakan tarif lebih rendah sebesar 10%. Artinya, Indonesia masih punya peluang bersaing di pasar AS. Namun agar pasar udang lebih tangguh dan tidak bergantung pada satu negara, diversifikasi pasar tetap diperlukan. Dengan strategi ini, potensi penurunan permintaan bisa diminimalkan dan harga udang dari petambak berpotensi meningkat Rp2.000 hingga Rp3.000.

banner cta SO25 report id.png

Langkah yang Perlu Diambil Industri Udang Indonesia

Untuk bisa bertahan di tengah tekanan tarif dan perubahan pasar global, pelaku industri perlu mengambil langkah strategis yang tepat. Berikut ini beberapa hal yang bisa menjadi fokus utama ke depan:

  1. Dukungan pemerintah dan perbankan. Asosiasi Produsen Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) telah mendorong pemerintah untuk menyederhanakan perizinan dan menurunkan biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sektor perbankan juga diharapkan memberi akses kredit yang lebih mudah dan murah untuk keberlanjutan budi daya udang.
  2. Diversifikasi pasar ekspor. Ketika ketergantungan pada pasar AS dinilai terlalu berisiko, Indonesia perlu mencoba peluang ekspor udang ke negara lain seperti Uni Eropa, Cina, Korea Selatan, atau Jepang.
  3. Inovasi produk olahan selain udang mentah. Mengolah udang menjadi produk seperti udang masak, beku, atau dibumbui bisa bantu tingkatkan nilai jual dan mengurangi beban tarif.
  4. Kolaborasi lebih kuat antar pemangku kepentingan. Semua pihak seperti pemerintah, asosiasi, petambak, dan pelaku industri perlu kerja sama erat dalam berbagi informasi, merancang solusi, dan mendorong inovasi bersama.

Kesimpulan

Di tengah tantangan tarif ekspor dan tekanan global, industri udang Indonesia dituntut untuk lebih tangguh dan adaptif. Lewat strategi diversifikasi pasar, peningkatan efisiensi budi daya, hingga kolaborasi lintas sektor, industri ini tetap punya peluang untuk bertumbuh. Yang terpenting, semangat dan optimisme harus terus dijaga. Petambak Indonesia telah melalui banyak tantangan, dan kini saatnya kembali bangkit bersama. Dengan dukungan data, teknologi, dan kebijakan yang berpihak, pelaku usaha dapat terus menjaga keberlangsungan budi daya udang Indonesia di masa depan.

Banner JALA App Plus ID.png

Adaptasi teknologi dapat dilakukan petambak dengan JALA App, melalui budi daya yang terintegrasi dalam satu aplikasi, dapat memudahkan petambak mengambil keputusan yang tepat.

Ikuti Berita Terbaru JALA

Dapatkan pemberitahuan tips budidaya, update fitur dan layanan, serta aktivitas terkini JALA.