Udang masih menjadi salah satu komoditas ekspor utama Indonesia saat ini. Namun, pada tahun 2023, performa Indonesia sebagai eksportir udang saat ini ada di peringkat empat, turun dari yang sebelumnya berada di tiga teratas negara eksportir.
Apa saja yang menjadi penyebab turunnya peringkat Indonesia dan faktor apa saja yang berperan dalam posisi Indonesia di peta persaingan eksportir udang dunia? Simak selengkapnya di artikel ini.
Gambaran Singkat Industri Udang Dunia
Gambar di atas menunjukkan kondisi industri udang dunia pada tahun 2023. Peringkat teratas masih diduduki oleh Ekuador dengan produksi sebanyak 912.211 ton, diikuti oleh India dengan 489.698 ton, serta Vietnam di 157.852 ton. Indonesia menduduki peringkat keempat dengan produksi 130,776 ton. Posisi ini merupakan penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Baca juga: Potensi Pasar Udang Vaname di Indonesia [2024]
Faktor yang Mempengaruhi Posisi Indonesia
Kondisi industri udang dunia dan Indonesia selama 2023 banyak dipengaruhi oleh isu tuduhan dumping dan petisi countervailing duties dari American Shrimp Processors Association (ASPA). ASPA menuduh Ekuador dan Indonesia ‘membuang’ produksi udang beku ke AS sehingga udang Indonesia dikenakan bea masuk sekitar 37,36%.
Sementara itu, petisi countervailing duties menargetkan beberapa negara eksportir lain yaitu India dan Vietnam. Petisi ini menyatakan bahwa negara-negara tersebut memberikan subsidi yang dapat ditanggulangi untuk produksi dan ekspor udang beku.
Adanya kedua isu tersebut berdampak bagi industri udang berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Khususnya, karena Indonesia mengekspor 70% udangnya ke pasar AS, sehingga berakibat pada harga udang yang menurun. Karena hal tersebut, banyak petambak memilih untuk berhenti memproduksi udang sementara.
Analisis Penurunan Peringkat
1. Ketergantungan terhadap pasar AS
Penurunan peringkat Indonesia sebagai negara eksportir udang dipengaruhi oleh ketergantungannya terhadap pasar AS. Data ekspor udang Indonesia dari 2019 hingga kuartal ketiga 2023 menunjukkan bahwa Indonesia mengekspor sebagian besar dari produk udangnya ke AS. Berdasarkan data dari BKIPM (2022), 81,82% produk udang Indonesia dalam kemasan dan 59,28% produk udang olahan diekspor ke AS. Ditambah lagi, volume konsumsi udang AS juga mengalami penurunan. AS juga lebih memilih untuk mengimpor udang dari negara eksportir lain yang memberi harga lebih murah.
2. Keunggulan negara kompetitor
Selain itu, negara yang menduduki peringkat teratas seperti Ekuador dan India juga memiliki beberapa kelebihan dalam hal produksi udang yang memperkuat posisi mereka dan belum dapat diungguli oleh Indonesia di urutan peringkat.
Ekuador saat ini melakukan penerapan padat tebar yang lebih rendah sehingga menjaga aspek keberlanjutan dari udang mereka. Ekuador juga memangkas waktu budidaya di setiap siklus dengan melakukan fase pendederan sebagai perantara antara benur dari hatchery sebelum tahap pembesaran, serta menggunakan automatic feeder sehingga memiliki efisiensi pakan yang baik.
Sementara itu, India yang dulunya mengalami krisis produksi udang kini justru memiliki keunggulan, yaitu banyak tambaknya kini mengembangkan fasilitas nursery. Sehingga, benur dapat ditumbuhkan di kolam dengan biosekuriti ketat sebelum dipindahkan ke kolam pembesaran. India juga memiliki daya saing karena harga produk yang lebih murah.
Tantangan yang Dihadapi
1. Mencari pasar ekspor baru
Tantangan pertama yang dihadapi Indonesia untuk meningkatkan peringkatnya di peta persaingan eksportir udang dunia adalah mencari pasar ekspor baru. Sesuai data yang telah disebutkan sebelumnya, ketergantungan tinggi terhadap pasar ekspor AS membuat peringkat Indonesia lebih mudah dipengaruhi oleh tren impor dan konsumsi udang AS yang menurun.
2. Meningkatkan produksi
Produksi udang Indonesia juga perlu ditingkatkan untuk dapat menaikkan peringkatnya di pasar ekspor. Peningkatan ini juga perlu diiringi dengan penjagaan kualitas yang ketat agar produk udang Indonesia dapat bersaing secara global.
Strategi untuk Meningkatkan Peringkat
Untuk mengatasi tantangan di atas, Indonesia dapat melirik negara lain yang berpotensi menjadi tujuan ekspor. Pertimbangan ini perlu didasari faktor regulasi ekspor dan impor, keadaaan ekonomi, jenis produk yang dibutuhkan, serta tarif logistik.
Namun, upaya untuk membuka pasar baru ekspor perlu diiringi dengan peningkatan standar kualitas produk, terutama pada proses pascapanen. Selain itu, diperlukan branding yang kuat agar dapat bersaing dengan negara kompetitor.
Pada level tambak, peningkatan produksi juga harus diimbangi dengan pengendalian lingkungan agar budidaya tidak hanya produktif dan menguntungkan, tetapi juga berkelanjutan. Pencatatan dan pemantauan data rutin dapat membantu petambak mengevaluasi performa budidaya, memprediksi kemungkinan terjadinya penyakit, dan mengambil keputusan terbaik untuk siklus budidaya berikutnya.
Kesimpulan
Indonesia saat ini menduduki peringkat keempat di peta persaingan eksportir udang dunia. Faktor-faktor seperti isu tuduhan dumping dan petisi countervailing duties, ketergantungan terhadap pasar AS, dan keunggulan negara kompetitor membuat Indonesia belum mampu menduduki peringkat yang lebih tinggi. Maka, penting bagi seluruh pihak yang terlibat di industri udang untuk bersama meningkatkan produksi udang yang berkualitas sambil mencari pasar ekspor baru yang potensial.
Apa Anda terlibat di industri udang dan ingin mempelajari lebih banyak tentang kondisi industri udang Indonesia untuk merencanakan strategi terbaik di budidaya maupun bisnis Anda? Temukan informasi selengkapnya dengan download e-book Shrimp Outlook 2024 dan dapatkan insight mendalam seputar industri udang!