
Penyakit Penyakit Bintik Putih (WSD yang disebabkan oleh White Spot Syndrome Virus atau WSSV) merupakan ancaman serius bagi petambak udang, terutama di daerah budi daya udang intensif seperti pesisir utara Jawa. Pantai Utara Jawa merupakan pusat budi daya udang intensif. Jumlah tambak udang yang padat mempermudah penyebaran WSSV, terutama melalui air, peralatan, dan organisme perantara seperti burung.
Faktor risiko di Pantai Utara
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya risiko penyebaran WSSV di Pantai Utara Jawa, yaitu:
1. Aktivitas budi daya yang padat
Sebagai salah satu pusat budi daya udang di Indonesia, Pantai Utara Jawa memiliki tambak-tambak yang berdekatan. Jarak antar tambak yang rapat mempermudah persebaran penyakit. Selain itu, jumlah pembuangan air sisa budi daya yang cukup tinggi akibat aktivitas yang tinggi memfasilitasi penyebaran penyakit.
2. Padat tebar tinggi
Padat tebar yang tinggi meningkatkan stres pada udang, yang mengurangi daya tahan mereka terhadap infeksi, termasuk WSD. Selain itu, kekurangan ruang di tambak dengan kepadatan tinggi membuat air mudah tercemar, meningkatkan potensi penyebaran patogen.
3. Kualitas air yang buruk
Perairan di Pantai Utara Jawa sering kali tercemar oleh air sisa kegiatan domestik, industri, dan pertanian. Tingginya bahan organik dan polutan dapat menyebabkan stres pada udang, menurunkan sistem imun mereka, dan meningkatkan risiko infeksi penyakit, salah satunya white spot atau bintik putih. Selain itu, fluktuasi parameter kualitas air seperti suhu, pH dan DO juga meningkatkan risiko terjadinya penyakit sehingga kestabilannya perlu dijaga.
Cara mengurangi risiko WSSV di Pantai Utara Jawa
Risiko WSSV di Pantai Utara Jawa dapat ditanggulangi dengan beberapa strategi, di antaranya:
1. Peningkatan biosekuriti
Biosekuriti adalah upaya mencegah masuk dan tersebarnya patogen dalam budi daya, dan harus menjadi bagian utama dalam budi daya udang. Upaya biosekuriti dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti:
- Melakukan pemasangan jaring untuk mencegah masuknya burung atau predator.
- Mensterilkan peralatan sebelum digunakan dan memisahkan peralatan untuk masing-masing kolam.
- Memastikan air yang digunakan dalam budidaya sudah disterilisasi terlebih dahulu.
2. Pengelolaan kualitas air
Karena merupakan media bagi udang untuk bertumbuh, air budi daya harus dijaga kualitasnya untuk memastikan lingkungan hidup yang ideal bagi udang. Hal ini dapat dilakukan dengan:
- Memantau kualitas air (pH, suhu, DO dan salinitas) secara rutin.
- Menambahkan probiotik untuk menjaga kualitas air.
- Memperhatikan pengelolaan dasar tambak dan melakukan siphon dengan rutin.
3. Pemilihan benur yang berkualitas
Kualitas benur menentukan kualitas udang yang dibudidayakan. Petambak dapat memastikan kualitas benur yang mereka gunakan dengan memilih benur yang telah lolos uji PCR dan bebas WSSV serta membeli dari hatchery terpercaya.
4. Manajemen pakan
Pemberian pakan yang berlebih dapat menyebabkan penurunan kualitas air dan meningkatkan risiko penyakit. Petambak perlu menerapkan manajemen pakan dengan menghindari overfeeding untuk mencegah akumulasi bahan organik serta menyesuaikan pemberian pakan dengan kebutuhan udang melalui pengecekan anco secara rutin.
Kesimpulan
Risiko penyakit WSD maupun penyakit udang lainnya dapat meningkat karena biosekuriti yang rendah dan kualitas air yang buruk. Dengan memantau kondisi tambak secara rutin dan memeriksa udang untuk mendeteksi gejala awal WSD, petambak dapat mengenali risiko munculnya penyakit WSD sebelum terlambat. Jika infeksi terdeteksi, segera isolasi kolam yang teridentifikasi agar tidak menyebar ke kolam lain, atau segera lakukan panen dini untuk meminimalkan kerugian.
Untuk mencatat kondisi tambak dengan akurat dan mengambil keputusan terbaik, petambak dapat menggunakan aplikasi manajemen udang JALA App. JALA App membantu Anda mencatat dan memonitor tambak kapan saja, dari mana saja. Belum bergabung di JALA App? Segera daftar di app.jala.tech atau download versi mobile-nya di Google Play Store atau App Store!