Di antara semua aspek yang perlu dipertimbangkan sebelum memulai budidaya udang, membangun tambak udang di belakang zona green belt (sabuk hijau) seperti hutan bakau (mangrove) tidak boleh diabaikan. Perihal ini juga diatur dalam Permen KKP Nomor 63 Tahun 2017. Lebih jelasnya, lokasi tambak disarankan berada pada bagian belakang green belt sebagai daerah penyangga dengan lebar minimal 200 meter dari bibir pantai.
Keuntungan berbudidaya udang di belakang zona green belt
Membangun tambak udang di belakang zona green belt bukan sekedar mengikuti peraturan yang berlaku. Ada berbagai keuntungan bagi petambak maupun lingkungan sekitar, di antaranya:
- Melindungi tambak dari erosi, abrasi, dan tiupan angin kencang yang berpotensi mengganggu fasilitas pendukung tambak.
- Green belt berperan sebagai biofilter yang mengurangi kadar zat racun, logam berat, H2S, dan patogen
- Meningkatkan kesuburan tanah dan lingkungan di sekitarnya
- Menjadi tempat bertumbuh dan mencari makan bagi organisme akuatik
Hutan bakau atau mangrove, yang merupakan zona green belt yang paling umum, adalah ekosistem lahan basah di pesisir pantai dengan berbagai fungsi lingkungan dan sosio-ekonomi yang penting. Misalnya, mangrove menyediakan suplai kayu dan produk hutan lainnya, serta menjadi habitat bagi mammalia, burung, dan spesies akuatik. Ekosistem mangrove juga penting untuk mendukung keberlangsungan hidup banyak komunitas masyarakat.
Baca juga: Perlukah Melakukan Penanaman Pohon di Tambak Udang?
Berbudidaya udang di tambak yang berdampingan dengan hutan mangrove, atau 'mangrove-shrimp farming', adalah salah satu cara pencegahan degradasi dan hilangnya mangrove. Mangrove dan tambak udang dapat tetap ada dan keberadaannya saling menguntungkan bagi banyak pihak.
Tips menjalankan mangrove-shrimp farming
Untuk memastikan bahwa zona green belt seperti mangrove tetap dilestarikan saat budidaya udang berlangsung, berikut beberapa tips yang harus diingat dan diterapkan oleh petambak udang:
- Kurangi pembuangan pakan dengan memperbaiki strategi pakan. Misalnya, dengan penggunaan auto-feeder serta melakukan perlakuan limbah dan biofiltrasi
- Sebisa mungkin kurangi penggunaan zat kimia, obat-obatan, dan antibiotik yang membahayakan lingkungan
- Meminimalisir penggunaan air tanah, filter terlebih dahulu air sebelum digunakan
- Gunakan benur berkualitas (SPF dan SPR)
- Pastikan setiap pekerja yang terlibat dalam budidaya udang dalam keadaan sehat dan sejahtera
Aplikasi mangrove-shrimp farming yang sukses di Vietnam
Hilangnya mangrove karena perkembangan akuakultur menjadi salah satu isu yang pernah dihadapi Vietnam, yang kemudian berakibat pada intensitas dan frekuensi banjir serta kekeringan yang meningkat.
Karena itu, Vietnam mencoba solusi yang berfokus pada ekosistem untuk mencegah kerusakan lebih lagi, salah satunya dengan berbudidaya udang di belakang zona green belt atau mangrove. Udang yang mereka produksi juga memiliki standar organik dari Eropa. Petambak udang Vietnam telah dilatih untuk melindungi hutan mangrove dan memproduksi udang organik berkualitas. Provinsi Ca Mau berencana memperluas daerah tambak organik di belakang mangrove dari 20,000 hektar pada tahun 2020 menjadi 118,000 hektar pada tahun 2030.
Budidaya udang lebih dari sekedar bisnis karena dampaknya yang luas terhadap lingkungan alami di sekitarnya. Petambak tidak sekedar harus mematuhi regulasi untuk membangun tambaknya di belakang green belt, tapi juga memastikan setiap langkah yang diambil selama berbudidaya tidak merusak lingkungan.