
Akhir-akhir ini makin sering kita dengar soal kabar ekspor udang dari Asia, termasuk dari Indonesia yang ditolak di negara tujuan seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, hingga Jepang. Salah satu alasan utama penolakan itu karena adanya residu antibiotik di dalam produk udang.
Bagi para pelaku budi daya, ini bukan hanya masalah teknis. Residu antibiotik bisa menjadi masalah serius karena selain rugi akibat produk yang ditolak, dapat juga merusak reputasi udang Indonesia di pasar global.
Lalu, apakah residu antibiotik itu? Simak artikel ini untuk kenali bahayanya dan cara mencegahnya!
Kasus Nyata dari Vietnam dan Thailand
Pada tahun 2023, Jepang menolak 11 dari 21 pengiriman udang dari Vietnam karena mengandung antibiotik terlarang, yaitu oksitetrasiklin. Vietnam sendiri melalui lembaga terkait telah meminta maaf dan menjanjikan pengawasan produk lebih ketat dan akan memastikan petambak melakukan pengecekan sebelum pengolahan dan siap kirim.
Sedangkan tahun 2024, udang asal Thailand juga ditolak oleh Jepang karena mengandung residu enrofloxacin yang dilarang dalam budi daya udang vaname.
Kenapa Residu Antibiotik Berbahaya?
Penggunaan antibiotik dalam budi daya udang memang bisa membantu mencegah dan mengobati infeksi bakteri. Tapi, ketika antibiotik digunakan secara tidak tepat, misalnya dosis berlebihan dapat menyebabkan zat aktifnya bisa tertinggal di dalam tubuh udang dan menjadi residu. Residu inilah yang membawa risiko serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan.