Indonesia baru menguasai 5% dari konsumsi udang dunia. Versi lain menyebutkan dengan produksi 450-500 ribu ton per tahun yang 200 ribu diantaranya diekspor menempatkan Indonesia mengklaim 12% market share udang dunia pada 2017. Meskipun dengan capaian tersebut Indonesia sudah mampu bertengger pada lima besar produsen udang dunia. Posisi Indonesia masih di bawah dan kalah jauh dari India dan saingan terdekat Indonesia kini yaitu Vietnam.
Masa depan budidaya udang Indonesia sangat panjang memperhatikan permintaan udang dunia yang terus meningkat. Tidak berlebihan jika pemerintah memasang target peningkatan ekspor 250% pada 2024 yang akan datang. Target tersebut diraih dengan ekspansi tambak udang ekstensif menjadi lebih produktif dan menaikkan nilai tambah produk udang Indonesia.
Menilik perilaku budidaya petambak udang Indonesia
Proporsi tambak ekstensif di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu sekitar 34,2%. Dominasi dari segi jumlah unit tambak udang dipegang oleh tambak intensif dengan persentase 45,9%. Meskipun dengan asumsi luas lahan atau luas kolam yang dipakai mungkin masih lebih besar pada tambak ekstensif yang biasanya menggunakan ukuran kolam yang luas (0,5-1 hektar per kolam).
Mengacu pada lamanya budidaya, petambak Indonesia secara rata-rata melakukan budidaya selama 80 hari. Waktu yang cukup ideal untuk mendapat size udang dengan harga jual yang baik. Puncak panen tahun 2021 berada pada bulan Agustus, berkorelasi dengan banyaknya petambak yang memulai budidayanya pada akhir April, Mei, hingga akhir Juni. Kemungkinan pemicunya yaitu musim kemarau yang cukup ideal untuk memulai budidaya.
Namun, berimbas pada harga udang pada Agustus cenderung anjlok. Padahal mengacu pada tahun-tahun sebelumnya bulan Agustus merupakan fase awal puncak harga udang yang biasanya terjadi pada September hingga Oktober. Faktor lain dalam menentukan harga udang yaitu permintaan. Indonesia masih terlalu bergantung pada ketergantungan pasar ekspor. Opsi pasar tujuan ekspor Indonesia belum cukup bervariasi, karena masih terlalu bergantung pada pasar Amerika Serikat dan Jepang.
Performa produksi udang 2021: mengkhawatirkan dan perlu langkah strategis untuk efisiensi budidaya
Secara performa produksi, tambak udang Indonesia sepanjang tahun 2021 menunjukkan beberapa catatan penting. Performa survival rate (SR) dan feed conversion rate (FCR) tambak udang Indonesia kurang baik. Mayoritas SR masih di bawah 75% dan FCR berada pada 1,48-1,82. Angka yang tidak terlalu impresif bagi performa tambak udang.
Catatan cukup positif hanya pada upaya membuat udang tumbuh lebih cepat. Mayoritas tambak udang mampu mendorong laju pertumbuhan udang (ADG) setidaknya 0,2 gram/hari. Pada performa terbaiknya mampu mempertahankan rata-rata ADG lebih dari 0,3 gram/hari. Namun, jika tidak diimbangi dengan SR dan FCR yang ideal membuat produktivitas menjadi tertekan.
Kondisi di lapangan, produktivitas tambak belum bisa optimal. Tambak intensif mencatatkan nilai median produktivitas hanya 9,26 ton/ha dan 19,35 ton/ha untuk tambak super intensif. Pada performa terbaiknya, tambak super intensif bahkan mampu mencatat produktivitas 36,97 ton/ha. Jika mengacu target pemerintah dengan produktivitas 30 ton/ha maka hanya sebagian kecil tambak intensif dan super intensif yang mampu memenuhinya, mungkin hanya sekitar 20% dari populasi tambak yang ada.
Kualitas air menjadi salah satu faktor krusial dalam budidaya udang. Memperbaiki manajemen kualitas air akan berperan pada parameter produktivitas lainnya seperti SR dan FCR. Kewajiban petambak yaitu menjaga pada kondisi kisaran ideal pertumbuhan udang dan fluktuasi harian (pagi-sore) yang tidak terlalu tinggi. Hasil analisa JALA, perhatian khusus harus diberikan pada masa-masa budidaya melewati 60 hari budidaya. Khususnya pada parameter konsentrasi oksigen terlarut (DO) dan pH yang cenderung akan terus turun. Upayakan DO tidak kurang dari 4 ppm dan pH pada kisaran 7,5-8,5. Menjaga stabilitas penting untuk mencegah udang stres pada udang.
Selain itu, penyakit masih menjadi ancaman serius. Dua jenis penyakit (AHPND dan WSS) masih mengintai tambak udang yang lalai dengan protokol biosekuriti dan manajemen budidaya yang baik. Satu hingga dua tambak di Indonesia berpotensi atau bahkan terkonfirmasi keberadaan patogen penyebab AHPND atau WSS. Sialnya, dua penyakit tersebut memiliki mortality rate yang tinggi. Tambak udang yang selamat hingga panen hanya mampu mempertahankan SR 29-33% saja.
Mengkhawatirkan, tapi tetap optimis menatap target 2024
Berdasarkan performa yang telah disebutkan sebelumnya, kondisi industri udang Indonesia tumbuh cukup lambat. Hanya tumbuh 4,9% pada volume dan 8,5% pada nilai ekspor. Masih mengkhawatirkan, berdasarkan pendapat dari Budhi Wibowo (Ketua Forum Udang Indonesia) dalam kesempatannya menjadi narasumber pada webinar JALA. Meskipun bukan hal mustahil untuk mewujudkan target yang dipasang pemerintah. Butuh langkah perbaikan yang serius agar pertumbuhan secara volume produksi dan nilai ekspor kembali pada 15% dan 20% per tahunnya.
Dari sudut pandang bisnis, ongkos produksi udang masih cukup tinggi. Petambak harus mengupayakan panen di atas size 100 agar mendapat margin keuntungan yang cukup. Hal ini karena secara rata-rata ongkos produksi udang mencapai Rp50.000/kg, yang artinya hanya berselisih Rp1.000-Rp1.500 dari harga udang size 100. Efisiensi budidaya menjadi perhatian penting untuk diperbaiki.
Lima daerah yang mewakili semangat produksi udang Indonesia diantaranya Garut, Indramayu, Buleleng, Gresik, dan Situbondo. Petambak di lima daerah tersebut mampu mencatat produktivitas dan faktor pendukung produktivitas yang cukup impresif.
Strategi konkrit realisasi peningkatan ekspor udang
Berbagai fakta performa tambak udang telah dikantongi. Beberapa titik celah untuk perbaikan juga telah teridentifikasi. Kini dibutuhkan langkah dan strategi konkrit untuk diwujudkan oleh berbagai pihak. Mengutip dari beberapa narasumber yang hadir dalam JALA Webinar tentang produksi udang Indonesia ditarik beberapa hal yang bisa dilakukan pada 2022 ini, antara lain:
- Monitoring rutin untuk mengumpulkan histori jalannya budidaya. Adanya catatan budidaya dapat mempermudah dalam observasi hingga intervensi jika terjadi masalah atau bahkan memprediksi terjadinya penyakit.
- Jaminan kualitas pakan agar mendukung pertumbuhan udang. Komitmen ini telah diamini oleh Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) dengan berbagai inovasinya.
- Kejelasan perizinan tambak udang, terutama pada petambak lama. Penyelesaian regulasi izin tambak diprediksi dapat menyokong pertumbuhan ekspor hingga 10%.
- Perhatian khusus untuk meningkatkan kapasitas produksi tambak ekstensif.
Simak selengkapnya analisis industri udang Indonesia pada video berikut
Terbentangnya berbagai masalah dan tantangan bukan berarti menjadi alasan untuk menyerah. Karena dengan kondisi saat ini, Indonesia selalu menjadi lima besar produsen udang dunia. Kolaborasi pelaku tambak udang dengan segenap stakeholder industri akan mampu mengatasi inkonsistensi produksi, memperbaiki rantai pasok, meningkatkan daya saing, dan menjamin keberlanjutan.
Budidaya udang tidak sekadar memenuhi kebutuhan protein dunia, tetapi berkontribusi pada keseimbangan sumber daya alam dan perikanan dunia.
Baca juga: