
Penyakit bintik putih merupakan penyakit yang menjadi musuh besar pembudidaya udang, terutama di daerah budidaya udang intensif seperti pesisir utara Jawa. Penyakit ini disebabkan oleh penyebaran White Spot Syndrome Virus (WSSV) yang termasuk dalam famili Nimaviridae dari genus Whispovirus (Rukisah dkk. 2019). WSSV sering ditemui di budidaya udang windu dan vaname, dan mudah menyebar di lingkungan budidaya yang memiliki kualitas suhu dan salinitas yang tidak optimal (Lantu 2010).
Penyakit bintik putih atau WSSV menyerang udang pada stadia Post Larva (PL) 40 gram dan menimbulkan kematian mencapai 100% dalam jangka waktu 3-10 hari setelah muncul gejala klinis (Rahma dkk. 2014). Waktu pemaparan virus terbilang cepat karena mampu menyebar secara vertikal (melalui induk dan larva) dan horizontal (air, kotoran, pakan, dan hama tambak) (Kono dkk. 2004).
Gejala udang yang terinfeksi WSSV adalah hilangnya nafsu makan, warna tubuh menjadi gelap, terdapat bercak putih pada karapas, udang bergerombol berenang di permukaan air, aktivitas menurun, dan usus kosong (Yanti dkk. 2017, Aulia dkk. 2019). Semakin besar diameter bercak putih, semakin akut infeksi WSSV. Bercak putih muncul pertama kali di bagian cepalothoraks segmen ke-5 dan 6 dari abdominal lalu menyebar ke seluruh tubuh udang (Kilawati dan Maimunah 2015).
Deteksi dini WSSV perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran WSSV dan kerugian budi daya dalam skala besar. Identifikasi dapat dilakukan dengan metode pengamatan secara morfologi maupun molekuler dengan PCR (Polymerase Chain Reaction),to%20the%20offered%20template%20strand.) (Yanti dkk. 2017).
Mengapa WSSV menjadi momok dalam budi daya udang?
WSSV telah lama menjadi momok bagi petambak udang. Tidak hanya berdampak buruk bagi udang yang dibudidayakan, penyakit ini juga merugikan tambak di sisi ekonomi.
Tingkat Penyebaran yang Cepat
Penyakit WSSV ini sangat menular dan menyebar dengan cepat melalui air, peralatan, pakan, kontak langsung udang yang terinfeksi, bahkan melalui burung yang memakan udang.
Tidak Ada Obat yang Spesifik
Sejauh ini belum ada obat spesifik untuk mengobati WSSV sehingga sebaiknya petambak lebih fokus pada penanganan untuk pencegahan terjadinya penyakit tersebut.
Tingkat Kematian Tinggi
Penyakit WSSV dalam mengakibatkan kematian massal pada udang dalam waktu yang cepat, seringkali hanya dalam 6 hingga 11 hari setelah gejala klinis muncul. Dalam beberapa kasus, udang yang terinfeksi juga bisa mati dalam 3-10 hari saat gejala muncul. Kematian udang bisa mencapai 100% apabila kualitas air di kolam buruk.
Berdampak pada Produksi Udang
Penyakit WSSV berdampak pada penurunan produktivitas udang karena tingkat kematian yang tinggi mengakibatkan penurunan jumlah panen dan kerugian yang cukup besar bagi petambak.
Cara Menangani Penyakit Bintik Putih (WSSV)
Apabila suatu tambak telah terinfeksi WSSV, petambak dapat melakukan panen parsial dan memisahkan antara udang yang sehat dan sakit. Udang dengan infeksi ringan WSSV masih dapat bertahan hidup dan tumbuh dengan lambat. Penyebaran dapat terjadi jika kualitas air memburuk dan udang stress (Rukisah 2019).
Belum ada pengobatan efektif terhadap WSSV. Akan tetapi, berdasarkan penelitian Citarasu et al. (2006), pemberian pakan yang telah ditambahkan tanaman herbal (C. dactilon, Aegle marmelos, T. cardivolia, P. kurooa dan E. alba) atau madu dalam pakan dengan dosis 0,4% (Widanarni dkk. 2019) membantu meningkatkan respons imun dan resistensi udang vannamei terhadap infeksi WSSV.
Pencegahan penyakit bintik putih (WSSV)
Pencegahan penyakit bintik putih pada udang dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pencegahan secara langsung meliputi penggunaan benih unggul SPF/SPR, manajemen budi daya yang baik dengan menerapkan biosekuriti, dan menghindari pemberian pakan hidup. Pencegahan secara tidak langsung dilakukan dengan monitoring rutin tambak (Rukisah dkk. 2019).
Tentang Penulis
Shofii Amaliah Putri adalah lulusan Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor asal Tuban, Jawa Timur. Kesehatan dan penyakit komoditas hewan budi daya merupakan topik yang ia minati.
Referensi
Aulia AMS, Budi DS, Fasya AH, Kenconojati H, Azhar MH. 2019. Deteksi virus pada udang vaname (Litopenaeus vannamei) di Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Surabaya I. Journal of Aquaculture Science. 4(2): 83-90.
Edison DP. 2009. Pengaruh Suhu, pH, dan Salinitas yang Berbeda terhadap Aktifitas Biologis Imunoglobulin Y Anti WSSV (lgY Anti-WSSV) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kilawati Y, Maimunah Y. 2015. Kualitas lingkungan tambak intensif Litopenaeus vannamei dalam kaitannya dengan prevalensi penyakit White spot Syndrome Virus. Research Journal of Life Science. 2(1): 50-59.
Kono T, Savan R, Itami T. 2004. Detection of White Spot Syndrome Virus in shrimp by loop-mediated isothermal amplification. J. Virol. Methods.115 :59-65.
Lantu S. 2010. Osmoregulasi pada Hewan Akuatik. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 6(1): 46-50.
Lilisuriani. 2020. Serangan penyakit virus pada udang di tambak tanpa meperlihatkan gejala klinis. Octopus: Jurnal Ilmu Perikanan. 9(1): 25-32.
Rahma HN, Prayitno SB, Haditomo AHC. 2014. Infeksi White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada udang windu (Penaeus monodon Fabr.) yang dipelihara pada salinitas media yang berbeda. Journal of Aquaculture Management and Technology. 3(3): 25-34.
Rukisah, Satriani GI, Rasyid R. 2019. Monitoring penyakit WSSV pada budidaya udang windu (Penaeus monodon) di tambak tradisional Kota Tarakan. 12(2): 89-95.
Widanarni, Gustilatov M, Sukenda, Utami DAS. 2019. Pemanfaatan madu untuk meningkatkan respons imun dan resistensi udang vaname (Litopenaeus vannamei) terhadap infeksi White Spot Syndrome Virus. Jurnal Riset Akuakultur. 14(1): 59-69.
Yanti MEG, Herliany NE, Negara BFSP, Utami MAF. 2017. Deteksi molekuler White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada udang vaname (Litopenaeus vannamei) di PT.Hasfam Inti Sentosa. Jurnal Enggano. 2(2): 156-169.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2015. SNI 8114:2015. [diakses 2022 Juni 20]; Detail SNI (sispk.bsn.go.id)