Cerita Petambak

Perempuan dan Tambak Udang

Wildan Gayuh Zulfikar
Wildan Gayuh Zulfikar
10 Maret 2021
Bagikan artikel
perempuan-dan-tambak-udang.jpg

Hampir tiga juta hektar lahan potensial yang dimiliki Indonesia (KKP 2014) bisa digunakan untuk akuakultur, baru sekitar sepertiga yang dimanfaatkan. 1 juta ton udang dihasilkan per tahunnya, dan terus ditargetkan naik hingga 250% beberapa tahun ke depan. Budidaya udang menjadi industri yang identik dengan pekerjaan lapangan, panas, pekerjaan berat, hingga jauh dari tempat tinggal membuatnya masih didominasi kaum laki-laki. Beberapa pekerjaan cenderung membutuhkan aktivitas fisik, yang biasanya dilakukan oleh laki-laki.

Kontribusi perempuan tidak dilarang, tetapi banyaknya pekerjaan yang membutuhkan aktivitas berat membuatnya masih didominasi laki-laki. Selain itu, tuntutan untuk jauh dari rumah dan keluarga juga mungkin menjadi pertimbangan bagi perempuan untuk terlibat dalam akuakultur. Sering kali lokasi budidaya, terutama udang dan beberapa budidaya jenis ikan berada di pesisir yang jauh dari tempat tinggal.

Kesetaraan masih menjadi salah satu isu dalam aktivitas ekonomi ini. Perempuan diidentikkan dengan pekerjaan domestik rumah tangga seperti memasak, menjaga anak, membersihkan rumah. Norma masyarakat tersebut juga akhirnya membentuk terbatasnya peran. Persepsi berdasar gender ini yang membuat ketidakseimbangan partisipasi perempuan.

Meskipun tidak sedikit juga saat ini perempuan yang bekerja dan terlibat dalam pertanian termasuk perikanan. Hingga kini, keterlibatan perempuan semakin meningkat, baik direkrut untuk aktivitas akuakultur maupun diberikan tanggung jawab lebih dalam mengelola budidaya.

Perempuan juga bisa bahkan ada beberapa posisi yang mungkin justru sangat cocok diperankan oleh perempuan. Misalnya dalam urusan manajemen keuangan, administrasi, dan lain sebagainya. Menjadi salah satu kelebihan perempuan adalah memiliki kontrol yang kuat dalam manajemen finansial. Sifat ketelitian akan suatu hal menjadi nilai tambah dibandingkan kaum laki-laki.

Perempuan sangat mampu untuk terlibat dalam industri budidaya udang. Seperti beberapa sosok perempuan yang ditemui oleh tim JALA. Hampir setiap proses budidaya, meskipun mungkin sedikit tetapi selalu ada peran perempuan.

Perempuan di setiap proses tambak udang

Pada kenyataannya perempuan bisa terlibat dalam seluruh proses budidaya, dari proses persiapan, budidaya, panen, pasca panen hingga dimulainya budidaya kembali.

Peran perempuan di tambak udang

Dalam budidaya udang bisa dikategorikan menjadi tiga kategori utama perannya dalam budidaya:

  • Pemimpin operator atau kepala teknisi. Berperan sebagai pembuat keputusan, aktor manajemen budidaya, dan juga terlibat langsung dalam operasional harian.
  • Operator atau teknisi/asisten teknisi. Pekerja yang memiliki tugas tetap atau tugas harian untuk membantu jalannya budidaya.
  • Pekerja lepas. Hanya terlibat dalam beberapa kesempatan dalam budidaya, misalnya saat panen atau pasca panen.

Keterlibatan perempuan memang masih sangat minim atau bahkan tidak ada sebagai pemimpin operator atau operator budidaya. Keberadaan perempuan cukup banyak pada periode panen yaitu pada proses sorting dan grading. Perempuan dinilai teliti dalam proses ini.

Perempuan sangat eliti dalam proses sorting dan grading

Namun, ada sebuah kondisi jika perempuan itu merupakan istri dari petambak (pemilik tambak) sering kali bisa terlibat lebih dalam budidaya. Bahkan seringkali dibutuhkan masukannya dalam manajemen bisnisnya, terutama dalam hal manajemen finansial.

Perempuan menjalankan tambak udang? Bisa!

Ibu Luluk dari Demak, seorang perempuan petambak udang di tengah mayoritasnya diperankan oleh laki-laki. Ya, Bu Luluk benar-benar menjalankan budidaya dan semua keputusan ada di tangannya.

Petambak perempuan Indonesia

Petambak asli Demak yang merupakan binaan Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Aktif melakukan budidaya sejak 2017 dan mengaku telah ketagihan menjalankan bisnis ini. Berawal dari usaha yang dimulai oleh almarhum ayahnya, Bu Luluk melanjutkannya dengan bekal pengetahuan dan modal seadanya.

Dengan tekad, semangat belajar, dan juga pendampingan dari BBPBAP Jepara akhirnya membuka wawasan dan mulai memahami teknis budidaya. Bahkan kini Bu Luluk dipercaya sebagai ketua Kelompok Tani Ikan dan Udang Pasopati Jaya. Selain itu, Bu Luluk merupakan pelopor budidaya dengan sistem intensif di daerah sekitarnya.

Sebuah bukti bahwa tambak udang bukan bisnis terlarang bagi perempuan, dan mungkin juga telah banyak perempuan petambak udang lainnya di Indonesia.

Perempuan sebenarnya mampu sukses dalam budidaya udang jika berkemauan besar dan budidaya dengan SOP yang sesuai. Siapa yang tahu masa depan? Perempuan juga bisa!

Melihat potensi akuakultur, terutama tambak udang di Indonesia masih sangat luas potensi perkembangannya. Membuka lapangan baru, karena ada banyak peran yang dibutuhkan dalam industri tersebut. Belum lagi adanya kondisi overfishing yang dialami laut kita saat ini. Akuakultur merupakan jawaban logis dari masalah habisnya sumber daya laut dan terlantarnya nelayan serta keluarganya akibat overfishing. Potensi yang tidak bisa dibatasi untuk siapa, tetapi hanya untuk yang mau termasuk perempuan.

Baca juga: [Cerita Petambak] Bukan Kini, Tapi Nanti

Ikuti Berita Terbaru JALA

Dapatkan pemberitahuan tips budidaya, update fitur dan layanan, serta aktivitas terkini JALA.