Udang memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi komoditas andalan pada sektor perikanan budidaya di Indonesia. Salah satu pulau di Indonesia yang menjanjikan untuk menjadi pusat industri udang adalah Sulawesi. Pulau dengan 6 provinsi ini memiliki garis pantai 6.000 km dan memiliki batas 4 batas laut yaitu Laut Flores di bagian Utara, Laut Sulawesi di bagian Selatan, Selat Makassar di bagian Barat, dan Laut Banda di bagian timur.
Catatan produksi udang Sulawesi
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pada tahun 2021 pulau Sulawesi mencetak volume produksi perikanan budidaya sebesar lebih dari 5.801 ton. Dari volume tersebut, provinsi Sulawesi Selatan memegang volume produksi tertinggi yaitu 4.082 ton, diikuti oleh Sulawesi Tengah di 731,528 ton. Adapun provinsi dengan produksi terkecil pada periode tersebut adalah Gorontalo di 49,377 ton.
Potensi Sulawesi sebagai pusat industri udang
Karena dikelilingi oleh laut dengan garis pantai yang potensial untuk budidaya air payau, pulau Sulawesi memiliki potensi lahan yang besar untuk budidaya udang. Data terakhir dari BPS (2016) menunjukkan bahwa keseluruhan pulau Sulawesi memiliki lahan untuk tambak seluas 151.904 ha dan yang paling luas ada di Sulawesi Selatan. Mengutip dari Pelakita.id, untuk potensi perikanan budidaya, terdapat 120.738 ha di Sulawesi Selatan untuk budidaya tambak. Namun, angka dari provinsi lain masih cukup jauh dibandingkan dengan Sulsel, misalnya saja hanya 24.370 ha di Sulawesi Tenggara, dan 8.290 ha di Sulawesi Tengah.
Tidak hanya itu, Sulawesi juga menjadi pulau yang memiliki banyak pelabuhan. Media Indonesia mencatat ada 13 pelabuhan di Sulawesi, dengan Pelabuhan Soekarno-Hatta di Makassar sebagai pelabuhan terbesar sekaligus memiliki lalu lintas penumpang tertinggi dan lalu lintas kargo terbesar di Sulawesi. Pelabuhan ini juga dikategorikan sebagai pelabuhan kelas utama oleh Pemerintah Indonesia. Udang juga termasuk dalam 5 besar komoditas yang diekspor melalui pelabuhan ini.
Tantangan untuk menjadi pusat industri udang
Mengoptimalkan efisiensi rantai pasok
Menurut Nurmiati et al. (2022), rantai pasok udang vaname di Sulawesi dapat dikategorikan dalam 3 jalur untuk mencapai konsumen: dari pembudidaya langsung ke pedagang pengecer, ke pedagang pengumpul lalu ke perusahaan processing, atau ke pedagang pengumpul-pedagang pengecer.
Namun, masih ada permasalahan terkait dengan rantai pasok, yaitu pada biaya distribusi yang masih tinggi. Hal ini terjadi karena belum adanya sarana prasarana logistik yang optimal untuk mendukung distribusi udang secara intens. Oleh karena itu, sistem manajemen rantai pasok udang harus dilakukan secara terintegrasi, meliputi kegiatan produksi (pembenihan dan budidaya), pemasaran, penanganan pascapanen (penyimpanan), hingga transportasi.
Akses ke benur dan suplai berkualitas
Menurut Yusuf et al. (2020), pembudidaya udang di Sulawesi masih kesulitan mengakses benur berkualitas karena banyak hatchery belum menerapkan biosekuriti dan hanya memprioritaskan kuantitas saja. Kualitas benur yang buruk meningkatkan kemungkinan munculnya penyakit udang yang merugikan bagi petambak. Tak hanya itu, saluran irigasi tambak yang berdampak pada kualitas air juga kerap jadi kendala. Pakan juga masih banyak dikirim dari luar Sulawesi sehingga meningkatkan ongkos.
Penerapan industrialisasi dan digitalisasi
Industrialisasi dan digitalisasi hingga ke level petambak juga sangat dibutuhkan untuk mengembangkan potensi Sulawesi sebagai pusat industri udang Indonesia. Saat ini masih banyak tambak di Sulawesi yang budidayanya hanya pada level tradisional. Produktivitas udang di provinsi selain Sulawesi Selatan pun perlu ditingkatkan agar dapat menjadi sentra unggulan. Adanya peningkatan dengan teknologi yang lebih modern dapat membantu menghindari serangan penyakit meningkatkan produktivitas.
Mengutip dari KataData, menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) TB Haeru Rahayu, strategi yang kini dilakukan adalah revitalisasi tambak udang tradisional menjadi tambak udang semi intensif. Revitalisasi dilakukan di 22.500 hektare lahan yang berlokasi di Gorontalo Utara, Donggala, Wajo, Pinrang, Takalar, Kolaka, Kolaka Utara, dan Polewali Mandar. Selain itu, KKP juga menerapkan strategi modelling tambak udang modern pada 6.000 ha lahan di Sulawesi dengan sistem pengelolaan dari hulu ke hilir, sehingga dapat menekan biaya produksi dan melalui penerapan teknologi dapat meningkatkan produktivitas.
Tantangan menjadikan Sulawesi pusat industri udang Indonesia melibatkan keseluruhan proses budidaya udang, mulai dari penyediaan benih hingga panen dan distribusi. Dengan adanya rantai pasok, lahan, dan pelabuhan yang memadai, dibutuhkan keterlibatan pemerintah hingga petambak dan semua yang terlibat dalam industri udang untuk mengoptimalkan budidaya udang yang produktif berkelanjutan, sehingga dapat mendorong ekonomi negara.
Baca juga:
- Lampung: Tantangan Peningkatan Produksi secara Berkelanjutan
- Mengenal Blue Economy dan Industrialisasi Budidaya Udang dalam SHRIMPS TALK #8 | JALA Blog
- Menjadi Bagian dari Generasi Selanjutnya di Industri Udang: Menghadapi Tantangan Global | JALA Blog
Referensi:
Produksi Perikanan Budi Daya Sulsel Capai 3,07 Juta Ton | Bisnis.com
Produksi Perikanan | Statistik-KKP
Potensi dan kinerja usaha kelautan dan perikanan Sulsel | PELAKITA.ID
Produksi Udang Indonesia Ditargetkan Tembus 2 Juta Ton di 2024 | Nasional Katadata.co.id
Nurmiati, et al. "Analisis Rantai Pasok Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei) Di Kabupaten Konawe Selatan." Jurnal Sosio Agribisnis, vol. 7, no. 1, 2022, https://doi.org/10.33772/jsa.v7i1.27289.
Yusuf, R., et al. “Rantai Pasok Dan Sistem Logistik Udang Vanamei Di Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan.” Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan, 6(1) p-ISSN: 2502-0803 e-ISSN: 2541-2930, 2020