Industri Udang

Mengungkap Dampak Tuduhan Dumping dan Countervailing Duty bagi Industri Udang Indonesia

Kalyca Krisandini
Kalyca Krisandini
2 Februari 2024
Bagikan artikel
Cover - Antidumping & Countervailing.webp

Anti-dumping dan countervailing menjadi dua isu yang ramai dibahas oleh pelaku industri udang Indonesia. Dua isu tersebut dipercaya berimbas pada anjloknya harga udang. Sebetulnya apa itu anti-dumping dan countervailing?

Pengertian dumping dalam perdagangan internasional

Dumping merupakan praktik yang dilakukan oleh produsen atau eksportir dari suatu negara untuk menjual barang di pasar internasional (ekspor) dengan harga yang lebih rendah dari harga yang dijual di pasar domestik. Tujuan dumping adalah untuk mendominasi pasar dan membunuh pesaing di negara tujuan ekspor.

Praktik dumping dapat merugikan produsen dan ekonomi domestik serta dapat mengancam kedaulatan ekonomi dalam suatu negara. Dalam kata lain dumping dapat berarti pemerintah negara eksportir memberikan subsidi kepada produsen dalam negeri untuk menjual barang di pasar internasional agar harga jauh lebih rendah dari negara tujuan ekspor. Praktik ini dilarang dalam peraturan perdagangan internasional karena dapat merusak harga dan pasar dalam suatu negara.

Pengertian anti-dumping

Anti-dumping adalah upaya dalam menolak dumping karena akan berdampak pada diskriminasi harga serta menimbulkan iklim perdagangan yang tidak sehat. Gerakan anti-dumping dapat diusulkan oleh suatu negara dengan cara membentuk regulasi secara umum dengan menetapkan pembatasan kuota ataupun penetapan tarif tambahan (bea masuk). Regulasi ini dibentuk dalam rangka menjaga stabilitas harga untuk produk dalam negeri dan bagian dari mekanisme pertahanan perdagangan.

Anti-dumping juga sebagai upaya untuk mengurangi dampak kerugian akibat praktik dumping. Secara umum, praktik dumping dianggap sah jika tidak merugikan atau merusak ekonomi negara yang merupakan pasar target barang tersebut. Kebijakan anti-dumping terdapat pada instrumen hukum internasional, yaitu Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk menyelesaikan sengketa dumping dan menangani kerugian yang timbul akibat praktik tersebut di negara tujuan.

Secara praktik, pengusaha atau asosiasi usaha suatu negara dapat mengajukan komplain atas suatu produk yang diduga “dibuang”, artinya produk tersebut dijual di bawah harga pokok produksinya. Untuk mengimbangi dampak ekonomi yang ditimbulkan, penerapan bea masuk diajukan sesuai dengan persentase dumping yang dilakukan oleh negara eksportir.

Pengertian countervailing duty

Countervailing duty dapat dipahami sebagai tindakan penanggulangan subsidi merupakan instrumen perdagangan berupa bea masuk yang diterbitkan untuk mengganti kerugian industri domestik di negara pengimpor akibat impor barang yang dibiayai subsidi berdasarkan hasil penyelidikan.

Tuduhan dumping dan countervailing ke Indonesia tahun 2012

Pada tanggal 28 Desember 2012, COGSI (Coalition of Gulf Shrimp Industries), sebuah koalisi pengusaha dan para nelayan di negara bagian pesisir AS, mengajukan petisi kepada US-International Trade Commission (USITC) dan US-Department of Commerce (US-DOC). Dalam petisi tersebut, COGSI mengajukan permintaan penyelidikan Countervailing Duties (CVD) terhadap impor produk udang beku dari tujuh negara, yaitu China, Ekuador, India, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam karena adanya indikasi pemberian subsidi oleh pemerintah masing-masing negara.

Pemerintah Indonesia dituduh telah mengalokasikan subsidi pada sektor perikanan sebesar US$ 3 miliar selama 5 (lima) tahun untuk meningkatkan target produksi udang 18-19% per tahun dari 2010 hingga 2014. Subsidi tersebut dituduh diberikan melalui pemberian kredit ekspor, asuransi ekspor, insentif pajak dan bea masuk atas barang modal yang digunakan untuk ekspor ke AS, serta pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang modal yang digunakan untuk ekspor.

Menyikapi tuduhan ini, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Program yang digawangi Kementerian Kelautan dan Perikanan setiap tahun menggelontorkan dana untuk memberdayakan masyarakat yang membudidayakan udang, tetapi tindakan ini bertujuan untuk menjaga ketahanan pangan nasional bukan untuk komersial seperti yang sudah dituduhkan sebelumnya, yaitu memberikan subsidi kepada para eksportir.

Saat itu, penyelesaian yang dilakukan Indonesia dan AS adalah secara bilateral, dan kasus ini belum sampai ke tahap penyelesaian oleh Badan Penyelesaian Sengketa WTO. Dari segala tuduhan yang dilayangkan kepada pemerintah Indonesia melalui investigasi dan upaya-upaya diplomasi perdagangan yang ada, akhirnya Indonesia berhasil membuktikan produk udangnya bebas dari tuduhan subsidi tersebut.

Keputusan akhir yang diumumkan oleh US-DOC tanggal 13 Agustus 2013 menyatakan hasil negatif Countervailing Duty terhadap impor udang asal Indonesia. Hal ini berdasarkan aturan final subsidy rate yang dikenakan di bawah 2% atau de minimis terhadap PT Central Pertiwi Bahari dan PT First Marine Seafoods, masing masing sebesar 0,23% dan 0,27%.

Petisi Anti-Dumping Duties (ADD) tahun 2023

Pada tanggal 25 Oktober 2023, American Shrimp Processors Association (ASPA) mengajukan petisi anti-dumping duties (ADD) atau petisi bea dumping terhadap impor udang beku dari Ekuador dan Indonesia. Petisi ADD menyatakan bahwa impor udang beku dari Ekuador dan Indonesia yang dijual di Amerika Serikat dengan harga kurang dari nilai wajar sehingga dianggap "dibuang". ASPA meminta agar Ekuador dikenai tindakan anti-dumping, yaitu bea masuk sekitar 111,4%, dan Indonesia sekitar 37,36%.

American Shrimp Processors Association (ASPA) atau Asosiasi Pengolah Udang Amerika juga mengajukan petisi countervailing duties (CVD) atau petisi bea penanggulangan subsidi terhadap udang beku dari Ekuador, India, Indonesia, dan Vietnam. Petisi CVD menyatakan bahwa pemerintah Ekuador, India, Indonesia, dan Vietnam memberikan subsidi yang dapat ditanggulangi untuk produksi dan ekspor udang air hangat beku.

Petisi ADD dan CVD berlebihan?

Bea anti-dumping dan bea penanggulangan subsidi (CVD) adalah bentuk perlindungan bagi industri dalam negeri dan sangat wajar dilakukan oleh suatu negara yang bertujuan untuk mengimbangi ketidakadilan dalam perdagangan. Ketika produk diekspor ke Amerika Serikat dengan harga lebih rendah dari harga yang wajar, maka dapat digugat untuk dikenakan tarif anti-dumping. Hal ini membantu melindungi industri dari persaingan tidak adil dan memastikan kesetaraan peluang bagi produsen dalam negeri.

Departemen Perdagangan (DOC) AS akan menentukan apakah impor udang beku dari negara-negara asal tersebut dibuang di Amerika Serikat, dan menetapkan bea anti-dumping yang akan diberlakukan. DOC juga akan menentukan apakah pemerintah Ekuador, India, Indonesia, dan Vietnam mensubsidi ekspor udang beku ke Amerika Serikat. Komisi Perdagangan Internasional (ITC) juga akan terlibat dalam menentukan status impor barang tertentu secara materi merugikan, atau mengancam merugikan industri negara pengimpor.

Setelah pemungutan suara ITC, baik asosiasi maupun Departemen Perdagangan Amerika Serikat akan melakukan penyelidikan. Pemungutan suara tersebut memvalidasi data dalam petisi ASPA (American Shrimp Processors Association) yang menunjukkan bahwa impor dari Ekuador, India, Indonesia, dan Vietnam telah merebut pangsa pasar dari produsen dalam negeri, menimbulkan penurunan harga secara signifikan, dan menyebabkan kerugian serius bagi pengolah udang dalam negeri dan penangkap udang.

Dalam prosesnya, Departemen Perdagangan AS akan mengeluarkan kuesioner kepada produsen dan/atau eksportir udang. Kuesioner merupakan alat yang digunakan oleh Departemen Perdagangan untuk mendapatkan informasi dari produsen komoditas yang sedang diselidiki guna menyelidiki dugaan dumping atau subsidi. Dalam penyelidikan CVD, kuesioner juga akan diterbitkan kepada pemerintah negara pengekspor yang menjadi subjek penyelidikan. Semua pihak yang berkepentingan akan memiliki kesempatan untuk menyediakan informasi faktual dan argumentasi pada catatan kasus yang akan dipertimbangkan oleh Departemen Perdagangan. Undang-undang mensyaratkan bahwa Departemen Perdagangan akan mengeluarkan keputusan awal dalam waktu 140 hari setelah dimulainya penyelidikan AD, dan 65 hari setelah dimulainya penyelidikan CVD. Batas waktu ini dapat diperpanjang dalam keadaan tertentu.

Apa dampak dumping dalam industri udang?

Industri udang Indonesia sangat terdampak akibat tuduhan dumping. Dalam kasus ekspor produk udang ke AS, buyer dari AS memberikan ketentuan untuk eksportir mensyaratkan 30% uang hasil penjualan ditahan, sehingga hanya 70% yang diterima oleh eksportir sampai dengan keputusan tuntutan dumping sebagai gerakan anti-dumping itu terbukti. Hal ini sangat berdampak pada industri ekspor udang Indonesia karena 70% dari total ekspor Indonesia adalah ke pasar AS.

Pihak eksportir membebankan sebagian hal ini kepada produsen sehingga berakibat pada turunnya harga udang. Dari turunnya harga udang tersebut menyebabkan produsen berhenti sementara waktu untuk produksi udang. Hal ini dilakukan karena mempertimbangkan faktor risiko yang cenderung tinggi jika tetap melaksanakan kegiatan produksi.

Sebagai tindak lanjut dari kasus dumping ini, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan serta AP5I mengadakan Rapat Pembahasan Petisi Penyelidikan Anti-Dumping dan Anti-Subsidi untuk menghadapi petisi yang diajukan.

Komitmen Indonesia untuk bersaing secara sehat dalam kancah udang dunia

Indonesia telah mengikuti Persetujuan Anti-Dumping yang diatur oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan meratifikasi Perjanjian Pendirian WTO. Indonesia secara otomatis telah meratifikasi Kode Anti-Dumping tahun 1994 yang terdapat pada persetujuan tersebut. Sebagai konsekuensi dari ratifikasi Perjanjian Pendirian WTO oleh Indonesia, Indonesia membuat ketentuan dasar tentang anti-dumping yang diakomodasi dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang "Kepabeanan". Dengan demikian, Indonesia berpartisipasi dalam kerangka internasional untuk mengatasi praktik pembuangan dan melindungi industri dalam negeri dari persaingan yang tidak adil.

Fresh Shrimp

Indonesia sendiri sebagai salah satu produsen udang terbesar di dunia selalu berkeinginan untuk andil dalam pemenuhan kebutuhan udang dunia dengan cara yang sesuai aturan dan bersaing secara sehat dengan kompetitor produsen lain seperti Ekuador, India, dan Vietnam. Selain itu, komitmen untuk produksi diimbangi dengan penerapan food safety dan sustainability agar produk dihasilkan mendukung kesehatan manusia dan bumi yang kita tinggali.

Sumber:

Campbell, J. C., Kepkay, A., & Castillo, A. (2023). Information regarding the antidumping and countervailing duty petitions on frozen warmwater shrimp from Ecuador, India, Indonesia, and Vietnam. White & Case. https://www.whitecase.com/insight-alert/information-regarding-antidumping-and-countervailing-duty-petitions-frozen-warmwater

Initiation of AD and CVD investigations of frozen warmwater shrimp from multiple countries. International Trade Administration | Trade.gov. (n.d.). https://www.trade.gov/initiation-ad-and-cvd-investigations-frozen-warmwater-shrimp-multiple-countries

Simangunsong, G. A. (2022). Penyelesaian Sengketa Bisnis Ekspor Udang Indonesia dan Amerika Serikat. Jurnal Rechten: Riset Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 4(1), 1–7. https://doi.org/10.52005/rechten.v4i1.71

Strout, N. (2023). US International Trade Commission gives green light to shrimp import investigation. SeafoodSource. https://www.seafoodsource.com/news/supply-trade/us-international-trade-commission-gives-green-light-to-shrimp-import-investigation

Ikuti Berita Terbaru JALA

Dapatkan pemberitahuan tips budidaya, update fitur dan layanan, serta aktivitas terkini JALA.