Tuntutan produksi yang tinggi mengharuskan pelaku tambak udang mengejar target produksi dan terkadang melewatkan salah satu aspek penting, yaitu carrying capacity. Carrying capacity (CC) didefinisikan sebagai kapasitas tampung suatu ekosistem untuk dapat menampung sejumlah populasi tercukupi makanannya, habitat, ruang, dan kebutuhan lainnya.
CC adalah konsep penting untuk manajemen budidaya berbasis ekosistem yang menentukan batas atas produksi budidaya akuakultur tetap sesuai dengan batasan lingkungan untuk menghindari perubahan yang tidak diinginkan. Mempertimbangkan CC adalah tanggungjawab setiap orang untuk bijaksana dengan alamnya. Carrying capacity dapat diartikan juga sebagai environmental capacity, jika kapasitas terpenuhi maka kualitas air dapat menurun, organisme penyakit berkembang, dan berujung pada penurunan produktivitas.
Laju produksi udang melalui budidaya udang dapat lebih optimal dengan menghitung CC dan berupaya tidak melampaui batas CC. Sehingga dengan CC dapat memperkirakan produksi maksimal. Prinsipnya adalah adanya batasan dalam budidaya, kaitannya dengan kapasitas lingkungan dapat menyerap atau membuang limbah dari budidaya yang sedang berlangsung. Banyak peneliti akuakultur membuat cara untuk menghitung atau melakukan estimasi kapasitas lingkungan suatu ekosistem akuakultur termasuk tambak udang.
Estimasi dilakukan dengan menghitung hasil samping atau limbah yang diproduksi, kemudian dilanjutkan dengan menghitung laju pembuangan atau daur ulang limbah. CC juga dipengaruhi teknologi dan sistem budidaya yang digunakan. CC yang ideal adalah keseimbangan antara laju produksi limbah dan proses daur ulang atau pembuangannya. Keseimbangan ini akan menciptakan ruang dan habitat yang ideal juga untuk udang, didukung dengan pakan yang cukup maka udang akan tumbuh dengan nyaman.
Petambak harus memastikan budidaya tidak melewati kapasitas lingkungan, agar laju produksi (pertumbuhan udang) tetap baik. Meningkatkan produksi pada budidaya udang dapat dilakukan dengan meningkatkan CC. Meningkatkan CC dapat dilakukan dengan 5 cara:
- Menurunkan produksi limbah per kilogram udang yang diproduksi dengan menggunakan pakan berkualitas yang akan meningkatkan efisiensi konversi pakan (FCR). Kualitas air yang baik juga akan menurunkan stress, kemungkinan penyakit, dan akhirnya meningkatkan efisiensi konversi pakan (FCR).
- Mengurangi jumlah limbah yang dibuang ke lingkungan. Limbah berupa air dibuang ke kolam pengendapan sebelum dibuang ke lingkungan terbuka. Limbah berupa lumpur dibuang pada akhir siklus dan digunakan untuk kebutuhan lain (penguatan tanggul, pertanian, pupuk, dll).
- Menyebar limbah secara merata. Memastikan limbah tidak didaur atau digunakan kembali di tambak sendiri atau petambak lain.
- Meningkatkan kapasitas lingkungan untuk asimilasi limbah, misalnya dengan menanam pohon bakau yang dapat menyerap limbah organik sebagai sumber nutrisinya.
- Mengolah air limbah dan mendaurnya untuk kolam produksi. Kombinasi antara pengendapan, pembuangan sedimen dan areasi yang kuat dapat mendaur air dikembalikan ke kolam budidaya.
Dilema yang terjadi saat ini adalah kebingungan dalam menentukan mana yang akan diutamakan pada dunia budidaya udang, yaitu antara petambak, ekosistem, atau masyarakat. Kebanyakan negara di asia tenggara (termasuk Indonesia) masih mengutamakan peningkatan produksi. Produksi yang tinggi diyakini akan mensejahterakan petambak dan lingkungan sosial di sekitarnya. Ekosistem belum mendapat perhatian besar, meskipun jasanya sangat diperlukan dan dimanfaatkan setiap saat.
Kedepan setiap wilayah di Indonesia perlu melakukan asesmen CC untuk mengetahui kapasitas lingkungan dalam mendukung produksi udang. Salah satu kuncinya berada pada strategi dan manajemen pakan, termasuk didalamnya efisiensi pakan dan kualitas pakan. Penggunaan teknologi juga dapat meningkatkan CC, misalnya penggunaan kincir air.
Referensi:
Bengtson, D.A. 2014. Estimation of Aquaculture Carrying Capacity in Southeast Asia: Needs and Capabilities for Modeling of Common Water Bodies. ICES CM 2014/K:04.
Environmental Carrying Capacity for Aquaculture.
Farkam, M., D. Djokosetiyanto, R.S. Widjaja, Kholil, and Widiatmaka. 2013. Carrying Capacity Analysis of Area of Sustainable Shrimp Cultivation Based on Land Suitability and Water Availability in Coastal Bay of Banten Indonesia. International Journal for Research in Biology & Pharmacy. 2 (3): 29-40.
Hui, C. 2006. Carrying Capacity, Population Equilibrium, and Environments Maximal Load. Ecological Modelling. 192 (1-2): 317-320.
Ross, L.G., T.C. Telfer, L. Falconer, D. Soto, and J. Aguilar-Manjarrez. 2013. Site Selection and Carrying Capacities for Inland and Coastal Aquaculture. FAO. Rome.