Dalam menjalankan budidaya udang, terdapat berbagai parameter yang perlu dicatat secara rutin, seperti suhu air, pH, oksigen terlarut (DO), jumlah pakan, dan pertumbuhan udang. Semua parameter tersebut merupakan data berharga yang dapat mencerminkan kualitas budidaya. Namun, ada satu parameter yang seringkali terlewatkan oleh petambak, yaitu kematian udang. Data kematian udang dapat menjadi informasi penting sehingga perlu terdokumentasi dengan baik oleh petambak.
Pentingnya mencatat kematian udang
Kematian udang perlu dicatat karena dapat menggambarkan kondisi tambak. Misalnya, angka kematian dapat menunjukkan adanya indikasi tambak terserang penyakit. Beberapa penyakit, misalnya penyakit white feces disease yang disebabkan oleh bakteri Vibrio, menyebabkan kematian massal.
Terdapat berbagai pendekatan yang dapat digunakan oleh petambak saat menghitung dan mencatat kematian udang. Ada petambak yang memilih untuk menghitung berat dan size udang, dan ada juga yang lebih memilih untuk menghitung berat dan jumlah ekornya.
Kapan angka kematian dianggap mengkhawatirkan?
Menurut The Fish Site, persentase survival rate (SR) di tambak udang yang dianggap ideal adalah 80-90%, meskipun pada kenyataannya banyak tambak di Indonesia hanya mencapai SR 70-80%. Maka, jika angka kematian yang tercatat membuat perhitungan SR menjadi di bawah nilai tersebut, petambak perlu mewaspadai adanya penyakit udang di tambak.
Misalnya, penyakit seperti White Spot Disease (WSD) atau penyakit bintik putih dikarakteristikkan oleh penambahan jumlah kematian yang tinggi dan cepat, karena virus WSSV yang menginfeksi sel jaringan ektodermal dan mesodermal (Lilisuriani, 2020). Namun, peningkatan kematian ini biasa terjadi saat penyakit sudah mencapai tahap parah, yaitu sekitar DoC 49, dimana banyak udang mati di dasar tambak. Udang yang terinfeksi juga terlihat lemah, malas makan, beberapa organ tubuh putus atau hilang, warna kulit pucat, dan bertekstur lunak (Hamzah dkk, 2022).
Apa yang perlu dilakukan saat angka kematian tinggi?
Jika angka kematian yang tercatat sudah dalam tahap mengkhawatirkan, petambak dapat melakukan cek lab untuk mengonfirmasi adanya penyakit di tambaknya. Jika ada udang yang sudah terserang penyakit, semua udang dalam satu kolam sebaiknya diangkat atau dimatikan dan kolam dibersihkan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit ke kolam lainnya. Pengeringan dan desinfeksi dilakukan untuk mencegah penyakit kembali di siklus selanjutnya.
Bagaimana mencegah angka kematian tinggi?
Untuk mencegah angka kematian tinggi, petambak dapat melakukan beberapa hal berikut:
1. Mengurangi pakan di musim hujan Di musim hujan ataupun saat cuaca bersuhu dingin, metabolisme udang cenderung menurun sehingga udang akan lebih sedikit mengonsumsi pakan. Sisa pakan yang terakumulasi di kolam nantinya dapat menjadi amonia, yang bersifat racun dan berpotensi meningkatkan angka kematian udang. Selain itu, kelebihan air hujan sebaiknya segera dibuang untuk mencegah salinitas turun drastis.
2. Memperhatikan kualitas air tambak Kematian udang mengancam tambak dengan manajemen kualitas air yang buruk. Kualitas air harus rutin dipantau dengan mengukur parameter seperti suhu, pH, DO, dan salinitas. Manajemen kualitas air yang baik meliputi memperhatikan kondisi lingkungan, sumber air, manajemen perlakuan, hingga sumber daya manusia yang keluar-masuk tambak. Penggantian air tambak secara rutin juga disarankan, karena air dapat terkontaminasi berbagai bahan seperti sisa pakan, plankton yang mati, sisa bahan perlakuan, hingga feses udang.
3. Memperhatikan kebutuhan nutrisi udang Udang memiliki kebutuhan nutrisi yang bervariasi sesuai umurnya, baik dari pakan, vitamin, maupun suplemen. Konsumsi pakan merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan dan sintasan udang. Di saat yang sama, pemberian pakan berlebih juga dapat menyebabkan overfeeding. Selain itu, sisa pakan yang terlalu banyak dalam kolam dapat menyebabkan meningkatnya laju penguraian anaerob yang menghasilkan senyawa beracun seperti ammonia. Kondisi anaerob menurunkan nafsu makan udang, sehingga kemungkinan kematian meningkat.
Catat kematian udang di JALA App!
Petambak tidak perlu lagi mencatat kematian udang secara manual. JALA App memfasilitasi petambak dengan fitur Input Data Kematian Berdasarkan Jumlah Ekor maupun Size. Fitur ini juga mempermudah petambak menggunakan data kematian udang sebagai landasan proyeksi nilai Survival Rate.
Untuk menggunakan fitur ini, petambak dapat memilih tab Kematian di Beranda JALA App Web, kemudian mengisi kolam, tanggal, serta jumlah kematian dengan memilih opsi jumlah ekor atau size.
Pencatatan data kematian juga berpengaruh pada SR. Jika terdapat koreksi SR, maka secara otomatis prediksi pakan harian yang ditampilkan di JALA App juga disesuaikan, sehingga petambak dapat memiliki catatan pakan yang lebih akurat.
Data kematian yang terdokumentasi dengan baik dapat memberi informasi tentang kondisi tambak. Bila angka kematian udang semakin meningkat, petambak dapat mengambil keputusan terbaik untuk menanggulanginya sehingga budidaya ke depannya tetap dapat produktif berkelanjutan. Mulai berbudidaya dengan lebih praktis bersama JALA App sekarang. Gratis!
Sumber: https://thefishsite.com/articles/the-circular-economy-why-indonesian-shrimp-farmers-are-changing-the-shape-of-their-ponds Bachruddin, M., et al. "Effect of probiotic culture water on growth, mortality, and feed conversion ratio of Vaname shrimp (_Litopenaeus vannamei _Boone)." IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. Vol. 137. IOP Publishing, 2018. Hamzah, et al. “Pola Serangan Penyakit Komplikasi EHP dan WSSV Pada Litopenaeus vannamei di Tambak Intensif” Prosiding Simposium Nasional IX Kelautan dan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2022 Lilisuriani. "Serangan Penyakit Virus Pada Udang Di Tambak Tanpa Memperlihatkan Gejala Klinis." Octopus: Jurnal Ilmu Perikanan 9.1 (2020): 25-32.