Mikrosporidiosis hepatopankreas
Udang yang terjangkit mikrosporidiosis karena EHP mengalami pertumbuhan yang melambat, diindikasikan oleh perbedaan mencolok pada ukuran udang dalam satu kolam yang sama, dengan perbedaan ukuran lebih dari 5 kali lipat pada populasi yang terjangkit.
Pada beberapa kasus tertentu, punggung udang mengalami perubahan warna putih khususnya di bagian pencernaannya seperti pada berak putih. Udang terinfeksi EHP juga mengalami lesi di dalam sitoplasma sel hepatopankreas.
Penyebaran EHP yang terdeteksi sejak dini masih dapat dihambat untuk memaksimalkan produksi. Diagnosis dapat dilakukan di laboratorium dengan uji real-time PCR (gen target small subunit ribosomal RNA), hibridisasi in situ, loop-mediated isothermal amplification (LAMP), serta pembuatan sampel histologi dari hepatopankreas udang.
Sumber: Parasitology Research
Enterocytozoon hepatopenaei
Fungi (termasuk parasit mikrosporadian)
Belum ada data
EHP merupakan parasit endemik Australasia (salah satu wilayah di Oceania) yang dapat menginfeksi udang vaname budidaya di Asia. EHP memiliki spora berukuran 1.1 ± 0.2 hingga 0.6-0.7 ± 0.1 µm dan dapat bertahan dalam waktu lama dalam air. Karena merupakan mikrosporidia, EHP tidak membutuhkan inang lain untuk transmisi selain udang. Infeksi EHP biasanya menyebabkan udang menjadi lebih rentan terhadap infeksi AHPND, WSSV, atau infeksi bakteri Vibrio.
Saat parasit ini menyerang udang, bahaya yang ditimbulkan adalah perbedaan laju pertumbuhan pada udang, membuat laju pertumbuhan pada udang melambat. Walaupun kematian atau mortalitas belum pernah terdokumentasi sebagai dampak langsung dari EHP, udang yang terjangkit dapat terinfeksi penyakit lain sehingga tetap merugikan bagi petambak.
Infeksi EHP semakin rentan terjadi karena lemahnya sistem biosekuriti di tambak. Infeksi ganda EHP dan Vibriosis telah dikaitkan dengan adanya White Feces Disease (WFD). Namun, tidak semua kolam yang positif EHP selalu mengalami WFD, dan sebaliknya.
Infeksi EHP langsung disebarkan secara horizontal melalui peristiwa kanibalisme. Selain itu, karena spora dari parasit keluar bersama feses dari udang, maka diduga air dan dasar kolam berpotensi menjadi media infeksi.
Parasit EHP pertama kali ditemukan pada udang windu dari Thailand. Penyakit kemudian tersebar luas ke wilayah Asia seperti China, Indonesia, Malaysia, Vietnam, dan India.
Walaupun tidak memerlukan vektor untuk penyebarannya, terdapat penelitian yang menemukan bahwa EHP menginfeksi anggota Polychaeta (cacing).
Belum pasti, namun diagnosis dengan PCR mendeteksi EHP positif dalam dosis rendah dan tinggi.
3-4 minggu.
Belum terdapat obat untuk menangani penyakit ini.
Belum terdapat probiotik untuk menangani parasit ini.
Spora tidak dapat diinaktivasi dengan pengeringan.
Kandungan spora parasit dapat dicek melalui uji laboratorium dengan real-time PCR pada udang yang terinfeksi WFD serta pada udang fase juvenil dan post-larva.
EHP dapat dicegah dengan meningkatkan manajemen biosekuriti di kolam tambak dan dengan menjaga air agar tetap bersih. Selain itu, kurangi jumlah padat tebar udang.
Belum ada pengobatan untuk parasit ini.
Jika kolam terkena penyakit EHP, langkah yang dapat dilakukan untuk kolam adalah penginaktivasian atau pembersihan spora dari kolam dengan melakukan pemberian kapur atau CaO dengan dosis 6 ton/ha, lalu dibajak kedalam tanah 10-12 cm dan diberi air hingga meresap. Biarkan selama 1 minggu sebelum pengeringan. pH tanah akan naik ke 12 dan turun setelah beberapa hari karena menyerap karbon dioksida dan menjadi CaCO₃.
Selain itu, lakukan penggantian air secara lebih sering, buang udang yang terinfeksi atau mati untuk mencegah transmisi melalui kanibalisme, dan lakukan siphon atau pemberian probiotik untuk menjaga kualitas air kolam.
Langkah yang tepat untuk mencegah atau menangani tambak yang terinfeksi EHP adalah penerapan biosekuriti yang diperketat, yaitu dengan memisahkan jaring dan peralatan, memasang penghalang fisik, menginformasikan tambak tetangga jika infeksi, dan pemanenan parsial jika memungkinkan.
Solusi jangka panjang untuk infeksi EHP termasuk screening berkala benur dengan uji PCR, penggunaan benur SPF atau SPR, serta pengurangan bahan organik ke dalam kolam budidaya.
Annisa Fitriah Faisa dan Adi Pancoro. 2018. Deteksi Dini Enterocytozoon hepatopenaei (EHP) pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Menggunakan Metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Jurnal Riset Akuakultur. 13 (3), 267-275.
Chiarahkhongman, P. 2013. Tambak Bersih Kurangi Berak Putih. Symposium Udang 2013 dalam TROBOS Aqua Edisi 86 (VII) tahun 2019.
Diseases of Crustaceans ─ Hepatopancreatic microsporidiosis caused by Enterocytozoon hepatopenaei (EHP). Australian Government.
Genics Pty Ltd. 2023. Genics Education Series: Enterocytozoon hepatopenaei (EHP) or “hepatopancreatic microsporidosis”.
Rajendran, R.V., Shivam, S., Praveena, P.E., Rajan, J.J.S., Kumar, T.S., Avunje, S., Jagadeesan, V., Babu, S.V.A.N.V.P., Pande, A., Krishnan, A.N., Alavandi, S.V., Vijayan, K.K. 2015. Emergence of Enterocytozoon hepatopanaei (EHP) in farmed Penaeus (Litopenaeus) vannamei in India. Aquaculture. doi: 10.1016/j.aquaculture.2015.12.034
The Fish Site. Enterocytozoon Hepatopenaei (EHP) Diseases guide.