China adalah sebagai pemain tangguh dalam industri udang dunia. Selain produktivitas tinggi, negara ini juga memiliki ukuran pasar lokal yang besar, hampir mencapai 3 juta ton per tahun. Tertarik untuk mengetahui cara China mampu menggapai pencapaian tersebut, Aryo Wiryawan sebagai pelaku industri udang yang juga merupakan Chairman JALA berkesempatan untuk berkunjung ke China dan mengambil pelajaran penting yang dapat diimplementasikan di Indonesia.
Integrasi Riset dan Teknologi yang Mengesankan di Tambak Udang China
Agenda pertama Aryo saat berkunjung ke China adalah mengunjungi beberapa tambak udang di sana. Kebanyakan tambak melakukan budidaya di lokasi indoor dengan teknologi canggih. Air limbah diproses dengan Recirculating Aquaculture Systems (RAS) atau teknologi resirkulasi parsial, untuk meminimalisir dampak lingkungan dan mendukung penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Air yang disirkulasikan ini kembali digunakan dalam budidaya udang dengan inovasi terkini.
Selain itu, keberhasilan tambak juga didukung penggunaan benur yang sebelumnya telah dikembangkan genetiknya serta penerapan program pakan khusus untuk mendukung pertumbuhan optimal udang. Manajemen budidaya yang sangat presisi ini didukung oleh keterlibatan ahli dengan latar belakang pendidikan tinggi di bidang akuakultur yang berdedikasi mendukung industri budidaya udang.
Budidaya udang indoor telah menjadi tren di China selama 5-6 tahun terakhir, diiringi dengan resirkulasi air untuk mematuhi peraturan pemerintah mengenai pembuangan limbah. Namun, operasi budidaya seperti ini tentu menyebabkan biaya produksi membengkak. Ternyata, Aryo menemukan bahwa China dapat mengatasi kenaikan biaya ini dengan distribusi yang sangat baik dan konsumsi lokal yang tinggi.
Konsumen Lebih Suka Udang Hidup
Sebagian besar tambak udang di China memanen udang mereka dalam kondisi hidup dan menjaga udang dalam kondisi tersebut selama pasca panen. Truk dengan kapasitas 3,5 ton siap membawa udang pada suhu 15°C dalam perjalanan lebih dari 20 jam. Didukung oleh infrastruktur China yang sangat maju, udang hidup dapat mencapai berbagai wilayah di China dalam kondisi prima hingga dijual ke konsumen.
Budaya Turut Mendukung Permintaan Lokal yang Tinggi
Kegemaran masyarakat China terhadap seafood seperti udang lebih dari sekadar tren. Rupanya, hari-hari penting nasional dan keagamaan masyarakat China turut berperan dalam membangun gaya hidup makan udang. Contohnya saja, selama Tahun Baru Imlek, harga udang bisa naik dua kali lipat dari harga rata-rata. Pelanggan pun tetap membelinya tanpa ragu. Adanya beragam menu lokal yang menggunakan udang sebagai bahan utama, didukung oleh suplai udang yang konsisten, mendorong konsumsi lokal untuk meningkat dengan pesat.
Pelajaran Berharga bagi Harapan Indonesia untuk Menjadi Produsen Utama Udang Dunia
Dalam berbagai hal, Indonesia memang belum bisa meniru semua yang dilakukan China untuk menjadi sesukses mereka dalam hal produksi dan konsumsi udang. Saat ini, permintaan lokal Indonesia untuk udang relatif lebih rendah dibandingkan dengan ikan karena udang masih dianggap sebagai sumber protein yang mahal bagi sebagian besar masyarakat.
Selain itu, riset yang lebih dalam diperlukan mulai dari indukan, benur, dan pakan berkualitas, kemudian teknologi budidaya yang produktif dan efisien, hingga analisis pasar udang. Misalnya, genetika benur harus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan lokal seperti tahan pada kondisi kualitas air yang tersedia atau tahan pada penyakit, yang kemudian akan mempengaruhi kebutuhan pakan dan aspek budidaya lainnya. Beberapa hatchery di Indonesia telah memulai upaya ke arah ini, dan inisiatif ini harus terus dilanjutkan.
Dari perspektif budidaya, mengadopsi teknologi ramah lingkungan khususnya dalam pengelolaan limbah sangatlah penting. Meningkatkan sistem distribusi dan logistik juga perlu dilakukan karena kualitas dan ketersediaan adalah faktor penting yang dapat meningkatkan konsumsi lokal.
Indonesia dapat belajar banyak pada China dalam hal meningkatkan sistem distribusi udang yang efisien dan terintegrasi dengan baik. Diperlukan infrastruktur transportasi yang memadai dan metode distribusi panen yang canggih untuk memastikan suplai udang yang konsisten untuk memenuhi kebutuhan di masa depan.
Selain melakukan kampanye secara nasional untuk mendorong konsumsi udang, JALA juga berkomitmen untuk mengedukasi tentang nutrisi dan manfaat makan udang. Harapannya, makan udang tidak lagi dianggap sebagai kemewahan, tetapi menjadi budaya dan gaya hidup yang tertanam dalam keragaman etnis kita, bahkan sebanding dengan daging sapi atau ayam dalam masakan lokal Nusantara.
Memperkuat Industri Udang melalui Optimalisasi Praktik Budidaya dan Kualitas Udang
JALA berkomitmen untuk memperkuat industri udang Indonesia dimulai dari penyediaan logistik budidaya yang memadai, budidaya yang efisien, hingga distribusi udang ke konsumen untuk menyediakan udang berkualitas bagi pasar domestik maupun ekspor. Tujuannya adalah menciptakan rantai distribusi yang lebih lancar dengan tetap menjaga kualitas udang. Dengan kualitas yang lebih baik, permintaan lokal untuk udang akan meningkat, sehingga dapat memberdayakan petambak tanpa terlalu bergantung pada pasar ekspor.
Akhirnya, Aryo and JALA dan mengajak semua pelaku industri udang untuk terus mendorong inovasi dan inisiatif untuk industri udang Indonesia yang produktif, berkelanjutan, dan memiliki pasar domestik yang kuat.