
Bagi petambak udang, upaya biosekuriti seringkali berfokus pada manajemen kualitas air, padat tebar, dan program pakan. Namun, faktor lain yang sering diabaikan dan dapat membahayakan kesehatan udang sebenarnya terletak di bawah permukaan air, yaitu sedimen atau endapan kolam.
Sebagai reservoir biologis, sedimen mengandung segala komponen, mulai dari mikroba penting hingga patogen berbahaya. Jika dibiarkan, sedimen ini diam-diam dapat memicu penyakit, memperlambat pertumbuhan, dan memperburuk kelangsungan hidup udang, bahkan seringkali sebelum ada gejala yang muncul.
Lantas, apa yang mengintai dari sedimen kolam Anda? Lebih penting lagi, bagaimana Anda bisa mengubah risiko tersembunyi ini menjadi peluang untuk mencegah penyakit?
Peran Sedimen Kolam dalam Penyebaran Penyakit
Bahan organik terkumpul secara alami di tambak udang dari waktu ke waktu, termasuk sisa pakan, feses, kulit yang mengelupas, dan lapisan biofilm mikroba. Bahan-bahan ini mengendap di dasar kolam dan membentuk ekosistem kompleks yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan.
Jika dikelola dengan baik, sedimen kolam dapat membantu menjaga keseimbangan mikroba yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan daya tahan tubuh udang. Namun, jika kondisi tambak memburuk karena beberapa faktor, seperti oksigen terlarut rendah, konsentrasi amonia tinggi, atau kualitas air stagnan, sedimen kolam berubah menjadi tempat tumbuhnya patogen berbahaya.
Baca juga: Mengenal Parameter Total Bahan Organik (TOM)
Penelitian menunjukkan bahwa sedimen kolam memiliki peran utama bagi bertahannya penyakit udang yang berbahaya. White Spot Syndrome Virus (WSSV) dapat hidup di sedimen kolam selama berbulan-bulan, dan hanya muncul kembali ketika tekanan lingkungan, seperti penurunan suhu, menciptakan kondisi yang ideal untuk kemunculan penyakit (Kumar dkk., 2013). Begitu juga Infectious Myonecrosis Virus (IMNV). Penyakit ini telah terdeteksi di tanah tambak bahkan setelah panen, menandakan tingginya risiko penularan penyakit dari satu siklus ke siklus berikutnya. Mungkin satu hal yang paling mengkhawatirkan adalah kemampuan spesies Vibrio untuk tumbuh di sedimen kolam yang kaya nutrisi sehingga menjadikan mereka penyebab utama Early Mortality Syndrome (EMS/AHPND) (Tran dkk., 2013).
Bahkan dengan mengganti air dan menguras kolam secara rutin, mikroorganisme penyebab penyakit tetap dapat bertahan di sedimen dalam waktu yang lama dan tidak aktif hingga kondisi kolam ideal bagi mereka untuk menginfeksi udang.
Dampak Pengelolaan Sedimen Kolam Memengaruhi Kesehatan Udang
Dampak pengelolaan sedimen yang buruk terhadap kesehatan udang seringkali terjadi secara bertahap, tetapi cenderung parah. Bahan organik yang terkumpul dan terurai melepaskan amonia, hidrogen sulfida, dan metana sehingga menciptakan lingkungan yang menyebabkan udang mengalami stres parah. Stres yang dialami udang ini melemahkan sistem pertahanan tubuh mereka dan membuat mereka semakin rentan terhadap infeksi oportunistik.
Risiko lain yang terabaikan adalah resuspensi patogen. Aktivitas tambak, seperti aerasi, pengeringan kolam, atau pemberian pakan ke dasar kolam dapat membangunkan patogen yang tidak aktif sehingga menimbulkan infeksi ke kolom air. Hal ini cenderung meresahkan khususnya saat tebar benur karena udang muda masih sangat rentan terhadap wabah penyakit.
Selain patogen, keseimbangan mikroba yang terganggu dalam sedimen dapat menghambat pencernaan udang dan kesehatan ususnya. Bakteri menguntungkan, yang berperan penting dalam memecah bahan organik dan mendukung daya tahan tubuh udang, dapat dikalahkan oleh mikroba berbahaya. Jika tidak ada intervensi, ketidakseimbangan mikroba ini dapat mengarah ke rasio konversi pakan yang buruk dan risiko kematian yang lebih tinggi.
Memahami Kualitas Dasar Kolam
Memantau kondisi dasar kolam sama pentingnya dengan mengecek kualitas air tambak Anda, dan tindakan ini dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan panen Anda berikutnya. Penilaian dasar secara visual, seperti mencari lumpur sudah menghitam, bau hidrogen sulfida yang menyengat (bau telur busuk), atau gelembung gas, merupakan titik awal yang baik. Tanda-tanda ini seringkali mengindikasikan kondisi anaerobik dan bahan organik yang berlebih. Meskipun indikator sensorik ini memberikan wawasan yang bermanfaat, di sisi lain juga menandakan bahwa masalahnya telah berkembang.
Idealnya, petambak harus mengecek kondisi dasar kolam di setiap akhir siklus budi daya, termasuk pengecekan sederhana, seperti mengukur pH, bahan organik, dan komposisi mikroba. Tujuannya untuk memastikan agar Anda tidak membawa masalah dari satu siklus ke siklus berikutnya. Dengan informasi yang tepat, Anda dapat mengambil tindakan lebih awal dan tidak membawa masalah yang lalu ke siklus berikutnya.
Pendekatan Berbasis Data untuk Biosekuriti Sedimen Kolam
Praktik manajemen sedimen tradisional, seperti pengeringan kolam, pemberian kapur, dan penambahan aerasi memang penting, tetapi seringkali hanya bergantung pada penilaian visual, bukan data saintifik. Meskipun membantu, penilaian visual tidak selalu mengatasi risiko patogen yang mengintai di sedimen.
Melalui kemajuan diagnostik molekuler, petambak udang kini dapat menganalisis profil mikrobioma dan patogen di sedimen kolam sebelum melakukan tebar. Memahami komposisi mikroba pada tingkat sedimen memungkinkan adanya intervensi yang terarah, bukan hanya menebak-nebak.
Dengan menggunakan wawasan berbasis data, petambak dapat menentukan apakah kondisi kolam mereka ideal untuk bakteri menguntungkan atau memungkinkan patogen berbahaya, seperti Vibrio spp., mendominasi. Informasi ini membantu Anda dalam menyesuaikan penggunaan probiotik, strategi aerasi, dan metode sanitasi untuk menciptakan lingkungan tambak yang lebih sehat.
Persiapan Kolam: Menyambut Masa Bebas Penyakit
Kolam yang dikelola dengan baik tidak hanya dimulai dengan kondisi yang bersih, melainkan dengan kondisi terkontrol yang mampu meminimalisir risiko penyakit. Langkah pertama dalam persiapan kolam yang efektif adalah analisis sampel sedimen, air, dan udang sebelum panen. Penilaian patogen prapanen memberikan pemahaman jelas terkait mikroba dan virus yang muncul di sepanjang siklus budi daya. Jika ada patogen berbahaya yang terdeteksi, petambak dapat segera mengambil tindakan untuk menetralkannya sebelum fase tebar berikutnya.
Baca juga: Persiapan Antar Siklus Budidaya
Strategi penting lainnya adalah melakukan profiling mikrobioma sedimen, yaitu memeriksa kemungkinan populasi mikroba di kolam dalam mendukung kesehatan udang, atau justru memicu wabah penyakit. Dengan memvalidasi penggunaan probiotik dan memantau keanekaragaman bakteri, petambak dapat melakukan penyesuaian yang tepat terhadap protokol sanitasi air atau manajemen bahan organik. Terakhir, persiapan kolam yang tepat berdasarkan data saintifik memastikan bahwa tindakan perbaikan, seperti penyesuaian siklus pengeringan kolam, pengaplikasian probiotik spesifik, atau perbaikan metode aerasi, benar-benar efektif. Daripada menerapkan pendekatan yang sama untuk semua, petambak dapat menyesuaikan tindakan biosekuriti mereka dengan kondisi kolam.
Perhatian Sedimen Kolam demi Kesehatan Udang yang Lebih Baik
Biosekuriti udang tidak berakhir di manajemen kualitas air, melainkan berlanjut hingga dasar kolam. Dengan menganalisis komposisi sedimen, mengidentifikasi patogen yang bertahan, dan mengelola keseimbangan mikroba, petambak dapat mencegah wabah penyakit sebelum benar-benar terjadi.
Pendekatan berbasis data untuk manajemen sedimen kolam bukan hanya tentang menghindari kerugian, tetapi juga mengoptimalkan produksi udang untuk keberlanjutan jangka panjang. Dalam hal pengendalian penyakit, pertahanan yang terbaik adalah deteksi awal dan biosekuriti yang proaktif.
Referensi
Satheesh Kumar, S. et al. (2013) ‘Viability of white spot syndrome virus (WSSV) in sediment during sun-drying (drainable pond) and under non-drainable pond conditions indicated by infectivity to shrimp’, Aquaculture, 402–403, pp. 119–126. doi:10.1016/j.aquaculture.2013.04.001.
Tran L, Nunan L, Redman RM, Mohney LL, Pantoja CR, Fitzsimmons K, Lightner DV. Determination of the infectious nature of the agent of acute hepatopancreatic necrosis syndrome affecting penaeid shrimp. Dis Aquat Organ. 2013 Jul 9;105(1):45-55. doi: 10.3354/dao02621. PMID: 23836769.