Udang berkontribusi 30% terhadap total ekspor perikanan Indonesia sehingga menempati nomor satu di antara komoditas perikanan lain. Jika diperinci lagi, 80% berasal dari udang produksi. Artinya, budidaya udang adalah salah satu andalan utama untuk ekspor perikanan Indonesia. Perubahan sedikit saja dapat menyebabkan perubahan total ekspor perikanan Indonesia. (Sumber: KKP)
Ternyata ada dua negara favorit tujuan ekspor udang Indonesia, yaitu Amerika Serikat (AS) dan Jepang. AS tiap tahunnya mengimpor udang sekitar 700.000 ton, 18% diantaranya atau sekitar 130.000 ton berasal dari Indonesia. Jepang yang terkenal dengan olahan seafood mengimpor udang sekitar 220.000 ton pertahunnya dan 16% diantaranya atau sekitar 35.000 ton diimpor dari Indonesia. Tentu jumlah yang menjanjikan bagi pelaku budidaya udang di Indonesia, ada jaminan pasar yang besar dan bisa saja berpotensi menaikkan jumlahnya. (Sumber: BPS)
Namun ternyata dengan jumlah tersebut, belum menempatkan Indonesia sebagai pengekspor udang tertinggi. Di AS, Indonesia berada pada posisi kedua setelah India bahkan di Jepang ‘hanya’ berada pada posisi ketiga setelah India dan Vietnam.
Selain ke AS dan Jepang, udang Indonesia juga diekspor ke sejumlah negara lain. Tetapi ada dua destinasi besar yang belum bisa dimaksimalkan oleh Indonesia, yaitu Uni Eropa dan Tiongkok. Pada dua destinasi ini, Indonesia baru mampu berkontribusi 2% saja yang lagi-lagi dikalahkan oleh India dan Vietnam. Tiap tahunnya negara-negara Uni Eropa mengimpor 650.000 ton udang, sedangkan Tiongkok mengimpor 400.000 ton. Sebuah jumlah yang juga menjanjikan tetapi justru Indonesia masih kecil mangambil bagiannya sebagai pengimpor udang.
Beberapa hal dapat menjadi hambatan jumlah udang Indonesia yang masuk ke pasar Uni Eropa masih sedikit misalnya, di Uni Eropa membutuhkan sertifikasi (BAP 3 stars, ASC, BRC/IFS) agar bisa diterima atau ada uji antibiotik yang ketat. Berbeda dengan di Tiongkok, sebetulnya tidak ada sertifikasi khusus agar udang Indonesia dapat diterima dan size udang yang diterima juga bervariasi yaitu size 20-100 sehingga harusnya menjadi potensi tujuan ekspor yang harus dioptimalkan kedepannya. Selain itu, kurs uang di dua destinasi ini (Uni Eropa: Euro, Tiongkok: Yuan) juga relatif stabil dibandingkan dollar. (NFMS NOAA)
Hambatan lain yang berpotensi menghambat pada level budidaya diantaranya, penyakit, ketersediaan benur yang berkualitas dan bebas penyakit, biaya produksi, dan manajemen lingkungan. Dengan mengidentifikasi potensi hambatan maka dapat menyiapkan langkah antisipasinya sehingga jumlah produksi udang Indonesia bisa terus meningkat serta menjaga kualitasnya agar tetap diterima di pasar ekspor. (TradeMap)
Jika Anda memutuskan untuk mulai mengekspor udang, pastikan Anda menggunakan JALA App untuk mendukung keberhasilan budidaya Anda!
JALA App membantu Anda mencatat, memantau, dan memahami kondisi budidaya dengan lebih mendalam dan praktis. Daftarkan diri Anda segera di app.jala.tech dan unduh versi mobile-nya di Google Play Store atau App Store untuk memulai perjalanan budidaya Anda bersama JALA!